“Sedikit saya akan menyampaikan perasaan saya ,,mengapa saya mencintai tanah tumpah dara saya Gorontalo (Hulonthalo Lipu’u). Walaupun saya hanya dilahirkan di Gorontalo dan besar di perantauan,” ujar Laksamana Pertama TNI (Purn) A.R.Katili, SE.MM.
Berikut ada hal yang baik dan menonjol serta prinsip-prinsip kehidupan yang saya kagumi dan banggakan di dalam kehidupan masyarakat Gorontalo.
Filosofi Tutuhia, filosofi ini telah menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas yaitu seorang cendekiawan yang dikagumi dunia, sekaligus sebagai Presiden Republik Indonesia yaitu Alm PJM Prof DR .B.j Habibi.
“Penjelasannya kurang lebih demikian,” kata A.R. Katili.
Tutuhia ini sementara orang mengartikan negatif seolah saling mencungkil/menjatuhkan atau bahasa hari-hari ‘baku cungkil’.
Menurut pendapat saya tidak demikian halnya, malah sebaliknya dan justru pengertiannya sangat baik. Yaitu berlomba menuju prestasi puncak tanpa menjatuhkan pihak lain.
Ceritanya begini, kata A.R. Katili. Tutuhia itu diambil dari kejadian/kegiatan perlombaan atau kompetisi Alanggaya Bulia (Layang2 sayap lebar seperti elang). Mungkin sekarang ini tidak pernah diadakan lagi perlombaannya.
Makanya dinamai Alanggaya Bulia dan ini hanya ada di Gorontalo tidak ada di daerah lain indonesia.
Kompetisi unjuk prestasi yang dilakukan ini A.R. Katili menjelaskan, adalah layang-layang harus mencapai titik kulminasi yg maksimum yaitu tegak lurus diatas ubun-ubun, kira-kira berbentuk sudut 90 derajad,dalam arti kata maksimum.
“Dengan dan tanpa bersenggolan dgn layang-layang peserta lainnya. Demikianlah lomba itu berlangsung dan itu dinamakan; Alanggaya Bulia Tutuhia, dan dari situlah asal kata Tutuhia terjadi,” papar A.R. Katili.
Mungkin saja lanjut A.R. Katili, sebagian orang salah pengertian atau rancu dengan kata HIHI HITA. Nah kalau kata ini memang artinya bersaing dalam arti kata ada sedikit negatifnya, tapi Tutuhia sama sekali tidak ada kandungan negatifnya.
Selanjutnya penerapan Tutuhia, dalam kehidupan orang Gorontalo, terasa menonjol dan terlihat, yaitu “Mandiri dalam mencapai prestasi ,tanpa ada ketergantungan dan/atau merugikan pihak manapun.
“Dari masa ke masa kita bisa lihat dan bisa kita sebut orang-orang Gorontalo senantiasa unggul dan bisa mencapai karier tertinggi, seolah berproses seperti Tutuhia Lo Alanggaya Bukia. Cirinya adalah mencapai karier tertinggi secara mandiri tanpa ada ketergantungan dan merugikan pihak manapun,” kata A.R. Katili.
Kesimpulan dan pendapat saya Filosofi Tutuhia ini, jelas A.R Katili, telah mendarah daging dan menjadi pembawaan hidup bagi orang Gorontalo dan secara disadari atau tidak telah menghasilkan sumber daya manusia Gorontalo yang berkualitas.
Fakta saat ini Gorontalo menjadi daerah tujuan untuk menimbah ilmu, disana banyak perguruan mulai dari SMA Nusantara sampai perguruan tinggi lainnya, baik negeri maupun swasta. Sehingga seolah daerah Gorontalo ini adalah Jogyanya Indonesia Timur.
“Dan ini cukup membanggakan. Lebih dari itu dan tidak kalah menariknya adalah satu kenyataan bahwa Gorontalo yang jumlah peduduknya sekitar sejutaan telah dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dan mendapat tempat sebagai pejabat negara di beberapa institusi negara, DPR RI dan DPD RI serta beberapa pejabat di institusi penerintahan yang sedang berlangsung saat ini.
“Demikian kira-kira, bo oditopo. Nanti menyusul berikutnya hal lain yang serupa dan tidak kalah menarik. Bravo Gorontalo…,” tandas A.R. Katili.
Catatan A.R. Katili itu tentang Tutuhia, mendapat respon posititif dari akademisi Gorontalo, Dr. Sahmin Madina. Dosen Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN Sultan Amai Gorontalo itu menilai, tulisan ringkas ini sangat bagus buat masyarakat karena selama ini secara umum difahami bahwa tutuhia adalah cara-cara yang kurang sehat, saling menjatuhkan.(NN)