NEWSNESIA.ID, GORONTALO – Lahirnya putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terhadap ketua dan anggota KPU Kabupaten Gorontalo, memicu spekulasi politik yang tajam terkait hasil Pilkada di daerah tersebut.
DKPP dalam putusannya, memberikan sanksi berupa teguran keras terhadap anggota KPU Kabupaten Gorontalo. Ketua KPU Rasid Saiyu bahkan diberhentikan dari jabatan sebagai ketua.
Pemberian sanksi terhadap ketua dan anggotaa KPU Kabupaten Gorontalo tersebut, karena dinilai melanggar kode etik penyelenggara Pemilu terkait tindaklanjut rekomendasi Bawaslu Kabupaten Gorontalo yang tertuang dalam Surat Nomor: 210/K.GO-03/PM-06.02/X/2020 perihal Penerusan Pelanggaran Adiminstrasi Pemilihan tertanggal 10 Oktober 2020, pada pokoknya merekomendasikan membatalkan Calon Bupati Petahana Kabupaten Gorontalo Nelson Pomalingo karena diduga terbukti melakukan pelanggaran Pasal 71 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 (selanjutnya disebut Undang-Undang Pemilihan).
Putusan ini telah menuai banyak spekulasi dari berbagai kalangan, terlebih putusan itu bakal dijadikan bukti tambahan pasangan calon yang menggugat di Mahkamah Konstitusi (MK). Pengamat politik Universitas Negeri Gorontalo (UNG) Prof. Rauf Hattu, diwawancarai newsnesia.id, Jumat (15/1/2021) menjelaskan, pada prinsipnya kewenangan DKPP dan MK berbeda. Jika DKPP pada ranah etik, sementara Mahkamah Konstitusi (MK) menangani perkara hasil.
Namun kata Prof. Rauf, jika putusan DKPP ini dijadikan bukti pelengkap oleh pihak-pihak yang sementara mengadukan perkara Pilkada Kabupaten Gorontalo ke MK, dan MK mengabulkannya maka Pilkada Kabupaten Gorontalo bisa Pemungutan Suara Ulang (PSU) dengan hanya tiga kontestan yang ikut Nomor Urut 1, Nomor Urut 3 dan Nomor Urut 4, tanpa Nomor Urut 2 Nelson Pomalingo – Hendra, atau hasil Pilkada tetap dengan kemenangan diperoleh kandidat yang memperoleh perolehan suara terbanyak kedua, Nelson dicoret.
“Tapi bisa saja putusan DKPP ini nantinya dikesampingkan oleh MK jika itu dijadikan pelengkap bukti oleh para penggugat. Kalau nanti dikesampingkan oleh MK, maka Nelson Pomalingo tetap bupati. Karena lebih jauh lagi, kalau dijadikan bukti tambahan, apakah MK punya kewenangan masuk dalam proses tahapan Pilkada?,” jelas Prof. Rauf.
Prof. Rauf mengatakan, kalau PSU maka konsekwensi anggaran akan menjadi pertimbangan. Mengingat, tidak sedikit anggaran yang digelontorkan untuk pesta demokrasi. Terlebih, jika melihat sanksi DKPP terhadap komisoner KPU Kabupaten Gorontalo yakni hanya berupa terguran keras, berarti masih ada sisi positif dari komisoner KPU Kabupaten Gorontalo.
“Semua kemungkinan bisa saja terjadi. Prediksi saya, kalau putusan DKPP ini jadi pelengkap dan dikabulkan MK, maka kemungkinan PSU atau dicoret. Sekali lagi, kalau nanti dikesampingkan oleh MK, maka Nelson Pomalingo tetap jadi bupati,” tandas Prof. Rauf.(NN)