NEWSNESIA.ID – Tahun 2024 mendatang, pemerintah tengah menargetkan kemiskinan ekstrem berada pada 0 persen. Itu disampaikan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati usai rapat terbatas bersama Presiden Jokowi.
“Penurunan kemiskinan ekstrem mencapai 0 persen diupayakan pada tahun 2024. Dan ini berarti keseluruhan total kemiskinan akan menurun dan juga dari kebutuhan untuk pendanaannya akan dilakukan prioritas tahun ini dan tahun depan,” ujar Sri Mulyani melalui akun YouTube sekretariat presiden, Senin (20/2/2023).
Menurut dia, target ini menjadi bagian dari fokus pemerintah. Mengingat masa pemerintahan Presiden Jokowi berakhir pada 2024 mendatang.
Dikutip dari laman kemenkopmk.go.id dijelaskan pula bahwa kemiskinan ekstrem merupakan kondisi ketidakmampuan masyarakat memenuhi kebutuhan dasar. Seperti halnya, makanan, air bersih, sanitasi yang layak, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan maupun akses informasi terhadap pendapatan dan layanan sosial.
Di mana, garis kemiskinan ekstrem disepakati negara tergabung dalam PBB dengan pengkurannya dilakukan Bank Dunia. Standar PBB menyatakan batas kemiskinan ekstrem adalah pengeluaran dibawah 1,9 Dolar AS Purchasing Power Parity (PPP). Itu pun ditentukan menggunakan absolute poverty measure yang konsisten antar negara dan antar waku.
Nah, di Indonesia sendiri, garis kemiskinan ekstrem ditetapkan Badan Pusat Statistik (BPS). Yang mana, seseorang dikategorikan makin ekstrem, bila mana biaya kebutuhan hidup sehari-hari berada dibawah garis kemiskinan ekstrem.
Dari data BPS, di Indonesia kategori makin ekstrem jika pengeluaran seseorang dibawah Rp. 10.739 per orang setiap harinya. Kalau dikalkulasikan dalam sebulan dibawah Rp. 322.170 per orang. Sedangkan dalam satu keluarga misalnya terdiri 4 orang, ditaksir tidak memiliki kemampuan memenuhi setara atau dibawah Rp. 1.288.680 per keluarga dalam sebulan.
Sementara, untuk penetapan wilayah prioritas percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem hingga 2024 mendatang, didasarkan pada indeks kemiskinan ekstrem kabupaten/kota. Tentunya dengan mempertimbangkan beberapa hal. Yakni, kabupaten/kota dengan tingkat kemiskinan ekstrem tinggi dan jumlah penduduk miskin ekstrem yang tinggi. Penetepan tersebut merujuk surat keputusan Menteri Koordinator PMK Nomor 25/2022.(nn)