
newsnesis.id, Gorontalo – Bawaslu dan KPU Kabupaten Gorontalo Utara, menanggapi rencana pelaporan Jaringan Peduli Demokrasi Gorontalo ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), buntut lolosnya Ridwan Yasin sebagai Cabup di Pilkada 2024.
Komisioner Bawaslu Gorontalo Utara, Divisi HP2H, Fadli Bukoting, mengatakan Bawaslu pada prinsipnya sebagaimana putusan Bawaslu dalam hal permohonan sengketa.
Terlepas dari masyarakat menilai ada yang pro dan ada yang kontra, kata Fadli, biar masyarakat yang menilai.
“Keputusan Bawaslu, berkaitan dengan sengketa mau ada pro dan kontra, itu hak masyarakat,” kata Fadli.
Prinsipnya kata Fadli, sikap Bawaslu setelah memutus, apapun kedepannya tidak diketahui ada yang pro dan ada yang kontra.
“Seperti informasi tadi itu, kami juga belum tahu, Pada prinsipnya Bawaslu menghargai apapun respon masyarakat,” kata Fadli.
Sementara itu, Komisioner KPU Gorontalo Utara Divisi Hukum, Noval Katili, mengatakan bahwa KPU Gorontalo Utara, menghargai hak konstitusi warga negara dalam kepentingan mengontrol demokrasi.
Segala sesuatu yang berkaitan dengan lapor melapor kata Noval, sikap KPU jelas bahwa itu hak hukum setiap orang yang harus dimanfaatkan.
Namun ditengah itu kata Noval, pihaknya juga mengingatkan bahwa hak hukum yang dimiliki itu, pastikan benar-benar untuk untuk kepentingan demokrasi.
“Kemudian memang sudah dijalankan berdasarkan, misalnya pengumpulan data-data yang valid, argumentasinya juga bagus, memang ada cacat dan segala macam, silahkan itu,” kata Noval.
Jika hanya untuk suka dan tidak suka, apalagi agak tendensius ke wilayah-wilayah yang bersifat subjektif artinya tidak melihat kepentingan publik secara umum, kata Noval, itu bahaya.
“Namun segala sesuatu yang berkaitan dengan itu, pasti kpu sendiri, secara kelembagaan itu siap, apapun itu. Apalagi untuk di awalnya kpu sudah men TMS kan, kita sudah ment TMS kan,” kata Noval.
Melihat dari berita, Arahnya kata Noval, kurang jelas mau kemana, apakah keberatan dengan Proses MS (Memenuhi Syarat) atau TMS (Tidak Memenuhi Syarat) oleh KPU.
“Yang mana yang dikeberatan ini, atau keberatan dengan keputusan Bawaslu, ini juga harus dijelaskan,” lanjut Noval.
“Kalau keberatannya di wilayah, kalau dia mengutip pasal 14 ayat 2 huruf f nih, kalau dia berpandangan harusnya KPU tidak meng MS kan, berarti kita cek lagi pasal 144, Keputusan Bawaslu itu bersifat mengikat ayat 1, ayat 2nya itu wajib ditindaklanjuti,” sambung Noval.
Disisi lain kata Noval, dalam Peraturan KPU (PKPU) atau undang-undang yang mengatur jalannya pelaksanaan Pilkada, tidak ada satu instrumen yang memungkinkan putusan Bawaslu itu yang kira-kira menolak atau membatalkan Keputusan KPU sebelumnya, ada instrumen banding.
“Kita tidak bisa banding putusan ajudikasi Bawaslu, nggak bisa, Artinya KPU meng MS kan pasca putusan Bawaslu, pasal 144 undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 yang bersifat mengikuti dan wajib ditindaklanjuti,” terang Noval.
“Kata mengikat dan wajib didalam hukum itu, kira-kira hukumnya kalau wajib itu, kalau tidak dilaksanakan itu dosa, kira-kira begitu,” lanjut Noval.
Selanjutnya, kata Noval, jika keberatannya pada sikap KPU bahwa KPU men TMS kan. Disisi TMS itu lanjut Noval, sudah di clearkan di Bawaslu. Bawaslu sudah menganulir soal itu, yang pada akhirnya sudah di MS kan.
Sehingga harus diperjelas, jadi kata Noval lagi, jangan tidak membuat kajian mendalam, tidak membaca persis situasi dan segala macam, kemudian melapor berdasarkan suka atau tidak suka dan pandangan-pandangan subjektif.
“Saya kira penting, lakukan penelitian mendalam terkait kasus-kasus itu, baru bangun opini. Kalau soal lapor melapor, saya rasa KPU biasa,” ujar Noval. (Prin)