
Membicarakan kompetisi sepakbola Eropa (UEFA EURO CUP) maupun kompetisi sepak bola dunia (WORLD CUP), tak bisa dilepaskan dari kesebelasan Italia. Tim yang dikenal dengan permainan Catenaccio ini bukan tim kemarin sore dalam dunia persepakbolaan. Dalam catatan sejarah bola, Gli Azzuri telah 2 kali menjuarai Piala Eropa (1968, 2020) dan sudah mengoleksi empat trofi Piala Dunia (1934, 1938, 1982, 2006). Prestasi Italia dalam pentas sepakbola memang cukup gemilang.
Namun, belakangan ini, performa timnas Italia mengalami kemerosotan yang kian parah. Regenerasi sepakbola Italia semacam mengalami stagnasi. Lini belakang mereka yang terkenal kokoh dengan adanya Paulo Maldini dan kawan-kawan, kini mudah saja dibobol oleh pemain-pemain timnas tak populer, seperti pemain Makedonia Utara dan Albania. Mesin pengatur serangan sekelas Andrea Pirlo sulit ditemukan serta sosok pencetak gol sekelas Francesco Totti belum terlihat.
Tak heran kalau sepakbola Italia menuai kritik dari seorang legenda Juventus dan timnas Italia, Alessandro Del Piero. Menurut Del Piero, permainan negaranya sangat membosankan. “Sepakbola di Italia membosankan karena levelnya menurun dibandingkan masa lalu,” Kata Del Piero, dilansir dari Football Italia (2023).
Memang, pernyataan Del Piero itu cukup beralasan. Kompetisi liga Italia (Seri A) tak sebaik era 1990-an. Dimana pemain-pemain terbaik dunia bermain di sana. Kini, pemain-pemain terbaik dunia era 2000-an bermain di Liga Inggris, Spanyol dan Jerman. Jelas, kemunduran liga seri A sedikit banyak mempengaruhi performa timnas Italia. Mengingat mayoritas pemain Azzuri bermain di liga lokal ketimbang di liga luar negeri. Kemunduran liga Italia makin diperparah oleh banyaknya pemain-pemain uzur ketimbang pemain-pemain yang masih berusia emas.
Italia dulu dan kini
Sepakbola bagi Italia bukan sekadar adu taktik permainan di lapangan. Sejak dulu, Italia telah menempatkan sepakbola semacam “agama sipil” bangsa (Goldblatt, 2006). Kebiasaan pemain yang membuat tanda silang saat memasuki atau meninggalkan lapangan, manajer dan pelatih terlihat memercikkan air suci di pinggir lapangan. Perilaku semacam itu dianggap dipengaruhi oleh kosakata agama. Dan hal itu, terjadi pada sepakbola Italia era 1950-an. Tak heran, club asal Italia, Inter Milan, yang cukup hebat di era 1960-an disebut sebagai tim yang “tersentuh oleh tangan tuhan”. Penempatan sepakbola pada level yang tinggi bagi warga Italia telah menorehkan hasil yang membanggakan. Tak tanggung-tanggung, Italia menjadi negara pertama di Eropa yang mengoleksi empat trofi Piala Dunia. Capaian itu baru bisa diikuti oleh Jerman setelah menjuarai Piala Dunia 2014. Persis, baru Italia dan Jerman yang mampu meraih 4 kali juara Piala Dunia. Mereka hanya kalah 1 trofi dari Brasil yang telah lebih dulu menyabet 5 trofi.
Sejak menjadi juara kompetisi Piala Dunia 2006, nasib Italia terseok-seok setelahnya. Di ajang Piala Dunia 2010, Italia yang bersatus sebagai juara bertahan harus menanggung malu karena menempati urutan 4 di babak penyisihan grup. Tim asuhan Marcello Lippi ini, kalah melawan Slovakia dan imbang melawan Paraguay dan Selandia Baru.
Nasib pulang lebih awal dari kompetisi Piala Dunia juga dialami Italia pada tahun 2014. Mereka hanya puas dengan torehan 3 poin, setelah menang lawan Inggris dan kalah lawan Kostarika dan Uruguay. Nasib buruk Italia makin diperparah dengan tidak lolosnya mereka pada Piala Dunia 2018 dan Piala Dunia 2022. Catatan ini menambah luka bagi penggila sepakbola di Italia dan juga penggemar mereka di Indonesia. Luka yang dialami penggemar Italia sejak 12 tahun terakhir, sedikit terobati dengan capaian Italia yang menjuarai kompetisi Piala Eropa 2020.
Piala Eropa 2024
Kompetisi Piala Eropa 2024 baru saja dimulai pada Jumat (14/6/2024). Italia berada dalam satu grup dengan Spanyol, Kroasia dan Albania. Grup ini oleh sebagian penggemar bola disebut sebagai “grup neraka”. Pendapat itu bukan tanpa alasan. Karena memang, Spanyol, Kroasia dan Italia adalah tim tangguh dalam sejarah sepakbola dunia. Setidaknya, berdasarkan ranking sepakbola dunia per (04/04/2024), Spanyol, Italia dan Kroasia masing-masing berada di peringkat 8, 9 dan 10. Ini artinya, kompetisi di grup B lebih seru dan mendebarkan bagi seluruh penggemar masing-masing tim. Siapakah yang akan tersingkir lebih awal di babak penyisihan grup? Kita akan lihat nanti hasil seluruh pertandingan. Grup B baru memasuki laga kedua. Saat ini, Spanyol masih berada di posisi teratas, diikuti Italia, yang sama-sama mengoleksi 3 poin. Spanyol Unggul gol memasukan (+3) atas Italia yang hanya (+1). Di urutan ke-3 dan Ke-4 ditempati Albania dan Kroasia. Laga imbang Kroasia Vs Albania pada Rabu (19/06/2024), memberi nuansa baru bagi semua tim. Masih ada kemungkinan bagi semua tim lolos ke babak berikutnya.
Italia sebagai juara bertahan akan menghadapi Spanyol pada Jumat (21/06/2021). Pertandingan ini akan menjadi penentu siapa yang akan lolos ke fase gugur lebih awal dari Grup B. Jika pertandingan ini akhirnya dimenangkan Spanyol, maka itu akan menjadi ancaman serius bagi Italia untuk maju ke babak berikut. Pasalnya, Italia harus menghadapi Kroasia di laga terakhir. Laga kontra Italia itu akan menjadi laga hidup mati bagi Luka Modric dan kawan-kawan. Kroasia wajib menang di laga lawan Italia. Itu artinya, Italia harus siap-siap angkat koper duluan dari Jerman. Sebaliknya, jika Italia menang lawan Spanyol, maka Italia dipastikan lolos ke babak berikut dan selamat dari ancaman Kroasia. Sementara Spanyol harus habis-habisan dengan Albania di laga penutup.
Bola itu bundar, apapun bisa terjadi dalam sepakbola. Apakah di ajang Piala Eropa tahun ini Italia akan bertahan sebagai juara sebagaimana yang dialami Spanyol pada 2008 dan 2012, atau sebaliknya, mereka akan bertahan dalam keterpurukan sebagaimana yang mereka alami di ajang Piala Dunia akhir-akhir ini.
Abdul Rajak Babuntai, S.Pd, M.Ikom
Penggemar Sepakbola