NewsNesia.id – Dalam sebuah kompetisi ada yang menjadi juara dan ada yang kalah hingga tersingkirkan.
Pasca pemungutan dan penghitungan suara, bagi yang calonnya kalah tentu banyak yang merasa kecewa. Sementara bagi mereka yang calonnya menang pasti larut dalam bahagia dan euforia.
Sebenarnya ini bukan salah calon keseluruhan bila kalah, melainkan seberapa jauh bentuk kesungguhan dalam berkompetisi.
Seyogyanya para calon benar-benar siap dalam kompetisi, siap menang dan siap kalah. Hal tersebutlah yang harusnya ditekankan ke para pendukungnya, terutama mereka yang kecewa karena tidak bisa menerima kekalahan dengan lapang dada dan ikhlas, sehingga selalu menyalahkan penyelenggara yang sudah bekerja dengan maksimal demi terwujudnya pesta demokrasi dengan baik dan jujur.
Ada dua bulan masa kampanye dan 3 hari masa tenang yang diberikan oleh UU kepada para peserta pemilu dan calon untuk melatih dan membekali para saksi dengan maksimal dlm rangka bertugas di TPS-TPS.
Namun hal tersebut kebanyakan tidak digunakan dengan maksimal oleh para calon. Sehingga informasi yang didapat hanya setengah dan tidak utuh padahal para saksi setelah selesai penghitungan suara mereka mengantongi foto scan yang bertanda tangan basah dari petugas KPPS hasil keseluruhan perolehan suara di TPS masing-masing.
Pemilih di TPS menurut UU baik itu DPT maupun DPTB seluruh Indonesia berjumlah maksimal 300 dengan kelebihan surat suara 2% artinya total menjadi 306 per TPS tidak ada kelebihan kertas suara di tiap TPS seperti berita yang berseliweran.
UU telah memberikan peluang dan hak kepada setiap saksi-saksi peserta Pemilu dan calon di tiap TPS dari mulai pembukaan pemungutan suara, jumlah DPT dan DPTB, penghitungan suara yang transparan dilihat oleh semua masyarakat sampai dengan selesai.
Seharusnya saksi-saksi pasangan calon dan peserta pemilu mengajukan keberatan disetiap TPS bila ada hal-hal khusus dan kejadian diluar UU yang dilakukan oleh petugas KPPS, dalam hal pembukaan pertama ketua KPPS menyampaikan DPT dan DPTB di TPS yg bersangkutan berjumlah sekian dan tambahan 2 % itu dicatat oleh para saksi dan para saksi mencatat jumlah pemilih pengguna hak pilih dan pengguna hak suara itu dicatat oleh saksi yang sudah dibekali pengetahuan yang bagus, sehingga dari awal pemungutan suara dan tiba pada penghitungan suara para saksi harus sesuaikan jumlah pengguna hak pilih dan pengguna hak suara dengan teliti dan cermat, bila ada yang tdk pas para saksi mengajukan keberatan di TPS tersebut sehingga petugas KPPS bisa memperbaiki hal-hal yang dianggap keliru baik jumlah kertas suara maupun pengguna hak pilih dan pengguna hak suara, itu bila saksi benar-benar dibekali oleh pasangan calon Presiden dan wmWakil Presiden ataupun peserta pemilu lainnya.
Setelah saksi-saksi memeriksa kejadian dari awal sampai akhir kemudian saksi membubuhkan tanda tangan diberita acara sesuai dengan apa yang diliat di TPS tersebut, hal ini sudah berjalan dengan baik dengan dibuktikan berita acara yang keseluruhan ditanda tangani oleh saksi-saksi pasangan calon dan peserta pemilu.
Jadi bila ada yg mengatakan di TPS a dan b kelebihan kertas suara itu hoax alias tidak benar dan tidak berdasar , karena yang berbicara tidak paham dan tidak mengetahui kejadian di TPS tersebut.
Jadi tidakk ada yang keliru dalam pemungutan dan penghitungan suara tanggal 14 Februari 2024 semua berjalan lancar, hanya karena kita tidak bisa menerima kenyataan jagoan kita kalah maka sering saja kita melawan takdir dan ketentuan Tuhan. Tidak bergerak sesuatu tanpa ijin Allah
Kesimpulan saya, Para calon tidak melatih saksi-saksinya dengan baik sehingga memberi informasi yang keliru kepada pemberi mandat yaitu calon.
Proses demokrasi tidak curang dan sudah berjalan dengan baik, Sirekap itu hanya merupakan salah satu metode untuk adanya pemberitahuan kepada KPU RI bahwa hasil di TPS-TPS tersebut untuk mempermudah akses kepada KPU RI, yang dulu pada pemilu 2019 namanya berita acara by pas dan hal tersebut sudah sesuai.
Seperti yang saya sampaikan diatas intinya pada saksi, bila saksi menemukan hal yang ganjal dan keliru maka saksi mengajukan keberatan di tiap TPS para saksi bertugas, akan tetapi semua berita acara ditanda tangani oleh saksi tanpa kejadian khusus dan saksi membenarkan hasil di setiap TPS, jadi dimana yang keliru, kita ini hidup bernegara dan diatur UU, semua sesuai dengan koridor aturan, mungkin karena kecewa maka kita menuduh dan berprasangka buruk kepada penyelenggara, seharusnya calon dan para pendukung menerima semua ini dengan lapang dada.
KPPS bahkan memberikan akses kepada saksi yaitu scan berita acara di TPS yg ditandatangani basah oleh ketua KPPS, apalagi yg diragukan
Bila tidak menerima maka kumpulkan saksi semua TPS dan minta pertanggung jawaban atas tugasnya, samakan berita acara yang diterima para saksi dengan berita acara di KPU cocokkan itu pasti akan sama karena KPU sudah mengantisipasi hal-hal seperti itu.
Ada lembaga lain bila tdk merasa puas seperti Bawaslu. Bila ada sengketa, mala ada MK. Bila ada salah perhitungan gunakan jalur itu krn Negara telah menyediakan hal tersebut. Jangan pernah buat rakyat seakan diadu domba dengan pemberitaan hoaks.
Salam Pemilu damai, dari saya Salahuddin Pakaya, Mahasiswa Pascasarjana UNG yang sedang mengerjakan tesis berjudul Sengketa Pemilu antara Penyelenggara, Peserta dan Masyarakat.