NEWSNESIA.ID, GORUT – Tahun 2023, telah ditetapkan Peraturan Daerah (Perda) Gorontalo Utara (Gorut) No. 5 tahun 2022 tentang APBD TA 2023 sebagai peraturan yang mengatur rencana penerimaan dan pengeluaran anggaran Pemerintah Daerah untuk tahun anggaran 2023.
Dalam perjalanannya APBD TA 2023 tersebut harus diubah karena terdapat perencanaan anggaran yang harus disesuaikan.
Sesuai ketentuan Pasal 161 PP No.12 Tahun 2019 APBD dapat diubah apabila perkembangan pengelolaan anggaran yang ada tidak sesuai dengan asumsi Kebijakan Umum Anggaran, keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran, keadaan yang menyebabkan SILPA tahun anggaran sebelumnya harus digunakan dalam tahun anggaran berjalan, keadaan darurat, dan/atau terjadi keadaan luar biasa.
Terhadap hal tersebut, Juru Bicara Fraksi Nasdem Gorut, Mikdad Yeser menyatakan, bahwa pihaknya sangat setuju terkait dengan usulan Perubahan APBD TA 2023.
“Dalam pandangan kami perubahan APBD tersebut tidak saja semata-mata karena adanya peluang yang diberikan oleh ketentuan Pasal 161 PP 12 Tahun 2019 akan tetapi pula terdapat kondisi ril keuangan daerah yang mengharuskan APBD TA 2023 harus dilakukan perubahan,” ungkap Mikdad.
Tentunya sudah menjadi rahasia umum bahwa kondisi APBD Tahun Anggaran 2023 sebenarnya Sedang Tidak Baik-baik Saja.
“Penyebabnya tentu berangkat dari ketidak keakuratan dalam penyusunan rencana proyeksi anggaran dalam APBD Tahun Anggaran 2023,” jelasnya.
Ketidak keakuratan tersebut berakibat pada tidak dilaksanakannya sebagian program kegiatan, dan yang membuat miris juga berakibat pada tidak dibayarkannya program kegiatan yang sedang dilaksanakan.
“Seperti halnya TPP sebagai tambahan penghasilan bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang sejak bulan Juli sampai September belum dibayarkan,” tegas aleg Nasdem tersebut.
Tidak hanya persoalan TPP saja yang belum terbayarkan, pembayaran untuk Kendaraan Operasional dan Bahan Bakar Minyak (BBM) sebagian besar masih ditangguhkan, dan penyebabnya lagi-lagi akibat dari tidak cukup tersedianya anggaran untuk membayar Program dan Kegiatan yang sedang berjalan.
“Dengan kondisi yang terjadi ini, DPRD ditempatkan pada posisi yang sangat tidak mengenakan karena sering kali menerima protes dari berbagai elemen masyarakat, seperti protes dari Desa atas lambatnya pencairan ADD (Alokasi Dana Desa) yang harus diterima oleh Desa sebagai sumber anggaran untuk membayar Gaji atau Siltap (Penghasilan Tetap) Kepala Desa dan Perangkat Desa serta untuk membayar tunjangan BPD di Desa,” tegasnya.
Bahkan DPRD telah sering menerima unjuk rasa dari beberapa kelompok masyarakat, di antaranya unjuk rasa yang menuntut belum dibayarkannya hak Penyedia Barang dan Jasa atas pekerjaan yang telah selesai dikerjakan, Unjuk rasa pemberhentian kurang lebih 2000 orang PTT atau honorer. (Rol)