
Pulo Lasman Simanjuntak, menulis puisi pertama kali berjudul IBUNDA dimuat di Harian Umum KOMPAS pada bln Juli 1977.
Setelah itu sejak tahun 1980 sampai tahun 2023 ini berturut-turut karya puisinya telah dimuat di 23 media cetak (koran, suratkabar mingguan, dan majalah) serta tayang (dipublish) di 141 media online, dan majalah digital di Indonesia dan Malaysia.
Karya puisinya juga telah diterbitkan dalam 7 buku antologi puisi tunggal, dan saat ini tengah persiapan untuk penerbitan buku antologi puisi tunggal ke-8 diberi judul MEDITASI BATU. Selain itu juga puisinya terhimpun dalam 26 buku antologi puisi bersama para penyair seluruh Indonesia.
Saat ini sebagai Ketua Komunitas Sastra Pamulang (KSP), anggota Sastra ASEAN, Dapur Sastra Jakarta (DSJ) Bengkel Deklamasi Jakarta (BDJ) Sastra Nusa Widhita (SNW) ,Pemuisi Nasional Malaysia, Sastra Sahabat Kita (Sabah, Malaysia), Komunitas Dari Negeri Poci (KDNP), Taman Inspirasi Sastra Indonesia (TISI), Kampung Seni Jakarta, Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia, Sastra Reboan, dan anggota Forum Bersama Taman Ismail Marzuki (Forbes TIM).
Sering diundang membaca puisi khususnya di PDS.HB.Jassin. Bekerja sebagai wartawan bermukim di Pamulang, Kota Tangerang Selatan.
Perkawinan Membusuk
perkawinan ini makin membusuk-
dipahat dengan air liur amarah berkepanjangan
dibenturkan suara jeritan ratusan hewan buas
yang muncul tiba-tiba
karena selalu ada kabar
kemurtadan hari kemarin
lalu segera dimasaknya
bumbu dari menu perkawinan
dalam dapur perapian
tempat para pendekar iblis
bertarung mau turun
ke dunia paling sunyi
nyaris menjelma menjadi seekor matahari terbenam
bintang-bintang berguguran
hari ketujuh jadi pesakitan
disiram air keras
sekeras hatinya yang kian
membatu
setelah melewati aliran-aliran sungai penghakiman
maka perkawinan harus menghadap pengadilan
semoga ada pasukan balatentara dari langit
yang mau jadi pembela
sehingga nama kita jangan sampai terhapus
dari kitab kehidupan
dari ayat-ayat suci hapalan
dari Tuhan yang masih pegang kendali perkawinan
Jakarta, Senin, 22-1-2024
Janin Rembulan
janinnya lahir dari pecahan rahim rembulan
pada malam mencemaskan
bahkan darahnya mengalir ganjil
menyusuri mataair
bermuara pada sebuah gua rahasia
teramat dalam
disimpan sekian waktu
ada jarak keras
sampai angin dinihari berlalu
ke sana dimulai titik perzinahan
sungguh menjijikkan, katamu
mengurai dua musim
menguliti tubuhnya
tanpa warna obat
di meja operasi berbayar
seperti pendatang asing
yang mau ziarah sunyi
di kuburan berbatu-batu
disinari matahari murtad
sampai tiba di bumi ini
tangisan lelaki perkasa
tanpa airmata kedunguan
Jakarta, Minggu, 3 Desember 2023
Menulis Sajak dengan Air Lumpur
menulis sajak dengan air lumpur
tubuhku harus turun perlahan
ke kaki-kaki bumi
jaraknya dibatasi ribuan paralon
kadang tak puasa seharian
menelan perkakas biji besi
sampai bersekutu
dengan kegelisahan
tak mandi matahari
nyaris tiga tahun
aku buas memperkosa
apa saja binatang liar
yang menyusup dalam air tanah
menulis sajak dengan air lumpur
tak kunjung selesai
sampai bait ketiga
lalu kutebar kemarau
di area persawahan yang berkabut
baunya sangat membusuk
racunnya tiba-tiba membentuk
sebuah ritual yang menyebalkan
sehingga kulitku gatal dan keruh
membabi buta siang dan malam
maka menulis sajak dengan air lumpur
harus diselesaikan dengan tuntas
Jakarta, 2023
Pria Tanpa Kelamin
pria tanpa kelamin
rajin menyapa
hujan sorehari
sambil tertidur pulas
menjelma jadi hewan pemalas
dari atas ranjang tembaga
ditularkan ribuan kuman
tumbuh subur
dalam akar panas bumi
perlahan dimatikan
angan-angan terjebak di atas dahan
setiap pergi pagi buta
ingin menembus belantara kota jakarta
hari-hari selanjutnya
makin mengerikan
paru-parunya kini terinfeksi
bakteri takut dewa matahari
bahkan hatinya
hanya mengalahkan dua kali
semakin gelap
ingin pergi ke planet
dunia orang mati
pria tanpa kelamin
memiliki sepotong ginjal
yang telah membuat bengkak
seluruh rumah suci
tempat orang berdoa
mengumpulkan dosa
masa lalu paling menyakitkan
pria tanpa kelamin
pingsan sejenak
lalu bangun lagi
tabur mawar
di tempat tidur penyakit menular
benar-benar liar
apakah masih ada harapan
karena kemelaratan
berlanjut untuk waktu yang lama
Jakarta, 2023
Rumah Sakit Bertingkat
dari muka tulisan suci
tubuhnya terus membengkak
berubah menjadi bangunan
rumah sakit bertingkat
lalu menatap langit sepanjang hari
yang menelan
kuman diagnosis penyakit
menyebarkan
kesepian berdahak
dari perawan yang tidak memiliki sperma berkepanjangan
jam berapa sekarang, tanyanya
bau infus telah menyebar
ke kuburan basah
air mata merah
kemarahan
telah menyebarkan kebohongan
“Jika kematianku datang, biarlah dibungkus dengan kain kafan tua, karena peti mati itu terlalu mahal untuk dijual di bawah bumi tak berpenghuni,” pesanmu
lalu sebelum pulang
telah melewati ranjang kematian ini
tepat di bawah perutmu yang berlubang
disuntikkan ke dalam terowongan berair
tembus ke liang lahat
memang mengerikan!
Jakarta, 2023.
Bandara Internasional Changi
//1
lihatlah pertokoan siang ini
sudah berdandan
mau tunggu apa lagi mahluk dungu
jasad makin usang sepanjang landasan
permadani batu
tak beri salam tuli
kumpulan kaki-kaki yang payah
2//
percakapan riuh
kulipat rapi dalam kopor
menyedot sepi kian berlemak
sampai dari jarak begitu dekat
supir airbus menggosok-gosok jantung
pesawat belum menembus lapisan kaca
oi, ada bau lonte
kuku-kuku birahi
di sini tanpa beban
sebuah benua dirobek-robek
Singapura, Desember 1996
Dari Sini
ketika tiba kudaku dicambuk bulu-bulu
beranda stasiun yang lugu
makin mengeras bumimu berlapis-lapis
pacu! ayo! pacukan kudaku
sarat racun tumbuhan
menuju gurun perang
sampai terkencing mata uang logam
logikaku terus berlari, berlari
mendaki matahari di kaki mall yang terbakar
faktur-faktur gemerlap
perjalanan kilas balik sudah basi
giliran lewat siapa harus berkemas
dari atas tenda pencuri kembang gula
ataukah menggilas rakus
roda-roda aspal
tercatat biodata dengan air tinta merah
aku melirik
tangannya adalah ratusan mercon
siap meledak
dalam saku celana
Johor Baharu, Malaysia, Desember 1996
Sajak Perjalanan Episode Pertama
badai mengamuk
dari mulut sungai
tak tercatat dalam kitab
wajahmu membatu
batasi bibir laut
aku sendiri bahasa bisu
suara protes
seperti angin berlalu
membujuk ke kancah perang
tak bermimpi permukiman kumuh
serangga liar yang lapar
dan orang-orang sudah ditidurkan
di sebuah negeri gaib
pada zaman abad terbalik
masihkah penyair berpolitik,tanya Mr.Asart
sesal dibanting di trotoar jalan
perkawinan retak
terbentur dinding kapal
Singapura, Desember 1996
Bayi El Telah Datang
bayi el telah datang
pada malam berdandan
buih ombak lautan
seberang negeri kekelaman
menjauhi bencana alam
mukanya tumbuh pohon anggur
warna kemerahan
lalu tanpa layar dan angin sakal
bayi el yang jenaka ria
memikul sebungkus pulau sunyi senyap
membatu sekian abad
tiba-tiba ia ledakkan
dengan satu kidung syair kering kerontang ;
inikah cucumu
lahir pada prasejarah
sempurna sudah kaki dan tangannya
seperti tubuh kerbau
yang tanduknya sangat kuat
menikam matahari pagi
bayi el setelah itu berlari kencang
ke rumah sembahyang
di perempatan akhir zaman
lantainya dari gempa airmata kehinaan
dindingnya dilapisi emas kesesakan tak berdaya
tak juga kunjung selesai
memintal sajak ini
menulis tentang penyangkalan iman
membentuk semacam akar liar
merambat sampai benua antartika
ibadah jadi dua bahasa
Jakarta, Jumat 12 Januari 2024