
Oleh : Mona Fatnia
Ketika yang diprioritaskan adalah sesuatu yang sebenarnya tak penting untuk di kejar, maka sebenarnya sudah terjawab dengan sendirinya, bahwa adanya perbaikan negeri ini nyatanya tak pernah ada upaya ataupun rencana yang benar, yang diutamakan hanya segudang penghasil investasi dan kekuasaan. Sama halnya pada pemerataan infrastruktur pendidikan hari ini yang semrawut bagaikan susunan bata pada rumahan yang dasar pembuatannya pun tak sesuai dengan bahan pondasi. Pemerataan inftrastruktur yang selalu diupayakan, hari ini hanya menjadi deretan rencana diatas kertas putih, lalu progam kerja yang dipunya kuasa kemana ? sementara masih banyak daerah yang mengalami ketertinggalan pada bidang pendidikan.
Program Tumpul
Berselang peringatan Hari Guru Nasional yang jatuh pada tanggal 25 November 2023, nyatanya tak merubah apapun pada dunia Pendidikan hari ini, terlebih pada pemerataan infrastruktrur pendidikannya yang kalang kabut dan tak ada arah apapun. Rencana demi rencana dibuat agar sesuai program kerja yang disusun, tapi dilapangan tak demikian.
Presiden Jokowi menegur Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadim Makarim perihal ketimpangan infrastruktur Pendidikan, dimana beliau membandingkan pembangunan pendidikan di kabupaten dan kota sangat berbeda, salah satunya perkembangan teknologi dan fasilitas sarana infrastruktur yang masih jauh dari kata merata. (cnnindonesia, 25-11-2023).
Tentu hal ini tak menampik keadaan Pendidikan yang makin hari tak jelas arahnya kemana, terlebih banyak daerah pelosok yang masih diluar jangkaun terkait pemerataan infrastruktrur yang jauh dari harapan. Menginggat Pendidikan yang dijamin oleh pemerintah hari ini hanyalah memunculkan ketimpangan bagi daerah 3T yang tak terjamah program Pendidikan.
Seperti halnya ketika Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makararim yang turun didaerah Palu, Gianyar dan Pulau Rote, disana pemerataan infrastruktur pendidikannya belum baik, didukung jaringan internet yang belum baik. (sindonews,13-11-2020).
Ini memperjelas bahwa pemerataan infrastruktur Pendidikan hari ini tak sampai pada akarnya, yang sekiranya hanya menyisahkan tanda tanya besar soal program pemerintah. Sementara keberlanjutan Pendidikan adalah hasil dari tercapainya pemerataan yang dibangun atas dasar kebutuhan dalam satuan Pendidikan, bukan perorangan.
Jokowi menyatakan penyebaran infrastruktur pendidikan belum merata. Guru menghadapi tantangan berat di masa ini. Salah satunya terkait perkembangan teknologi. Pasalnya, tidak semua guru di Indonesia bisa mengakses teknologi terkini.
Berkaca pada keadaan Pendidikan hari ini, nyatanya hanya memunculkan polemik besar diantara ribuan solusi yang sering dihadirkan, tapi tak berdampak besar pada daerah yang kekurangan. Misalnya saja di Era digital hari ini yang mengharuskan setiap orang untuk tidak gaptek dengan media sebagai media untuk memperlancar pekerjaan.
Perkembangan teknologi hari ini memacu setiap orang yang ada di ruang lingkup Pendidikan untuk bisa mahir dalam menggunakannya. Guru tentu sangat menghadapi tantangan berat yang harus mengikuti perkembangan teknologi. Namun tidak semua guru bisa mengakses teknologi terkini sebagai dampak dari penyebaran infrastruktur pendidikan yang belum merata.
Sekiranya problem yang ada adalah deretan program yang terus saja diwacanakan tahun per tahunnya tanpa menghasilkan solusi jitu untuk memperbaiki masalah dasarnya. Melihat daerah kota dan 3T sangat jauh berbeda. Di kota saja untuk guru teknologi sudah menjadi makanana sehari-harinya sebab ditunjang oleh fasilitas infrastruktur yang sangat memadai, sementara untuk guru yang bekerja di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) mulai dari infrastruktur, fasilitas sampai jumlah gurunya pun amatlah terbatas.
Namun, pemerintah sendiri acapkali menghadirkan solusi yang sifatnya semu, seperti diketahui bahwa pemerintah dalam hal ini terus berupaya memberikan dukungan terbaik untuk tenaga pendidik dengan merekrut lebih dari 840 sebagai ASN PPPK di tahun 2024 yang mencapai 1 juta guru.
Lantas apakah itu bisa melerai masalah dasar yang terus mengurita, sementara banyak daerah yang membutuhkan perbaikan yang berkelanjutan. Tentu hal ini didasarkan pada beberapa hal : Pertama, Tidak adanya transparansi pendistirbusian transferan dana ke tiap daerah, yang akhirnya melahirkan ketidakmerataan serta perbedaan dalam kemampuan pemda untuk mengelola belanja Pendidikan. Kedua, masalah transfer dengan tujuan khusus dari pusat ke daerah tidak selalu didistribusikan sesuai dengan kebutuhan infrastruktur, ini yang menjadikan adanya perbedaan dalam kapasitas kabupaten untuk mengelola sumber daya di tingkat sekolah.
Melihat masalah-masalah tersebut, menandakan bahwa kesemrawutan koordinasi yang terjadi dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam menangani masalah pemerataan infrastruktur Pendidikan bagaikan megayuh sepeda berkilo meter tapi yang didapat hanyalah lelahnya. Polemik yang ujungnya pun tak dapat lagi tak jelas.
Akar masalah dalam penuntasan pemerataan infrasturktur Pendidikan akhirnya berlabuh pada tidak adanya kejelasan progam yang dicapai, alih-alih menerapkan program yang telah dicapai tapi hanya melahirkan ketumpulan dalam penerapan, sementara ketimpangan kian hari bertambah besar.
Infrastruktur sendiri merupakan inti dari berjalannya Pendidikan di Indonesia, layaknya otak yang menjadi pusat inti dalam tubuh manusia, ketika otak tak berfungsi dengan baik, maka akan berdampak pada organ tubuh yang lainnya. Ini pun sejalan pada sektor Pendidikan yang menjadi jalan terwujudnya kesuksesan yang hakiki. Sebab dengan infrastruktur yang merata mengantarkan pada perbaikan Pendidikan yang berkemajuan. Sebaliknya ketika pemerataan infrastruktur itu macet maka akan berdampak pada pelaksanaan pendidikan itu sendiri, yang nantinya bisa melebar pada kualitas peserta didik.
Fakta lain yang mencenangkan adalah tidak adanya perhatian khusus dari pemerintah perihal pemerataan infrastruktur pendidikan yang menjadi fokus utama negara, yang anehnya pemerintah acap kali lebih mengencarkan program-program penghasil kerusakan. Dari pada ambil andil dalam perbaikan pemerataan.
Walhasil kondisi pendidikan Indonesia hari ini meski mengalami kemajuan, namun upayanya masih belum maksimal. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal: Pertama, kurangnya kesejahteraan tenaga pengajar. Kedua, minimnya akses terhadap pendidikan. Ketiga, rendahnya tingkat pengetahuan dan ekonomi masyarakat.
Melihat fakta yang ada, banyaknya ketimpangan yang terus terjadi pada pemerataan infrastruktur pendidikan adalah permasaalahan yang sangat kompleks. Banyaknya sekolah di Indonesia yang letaknya berada di daerah 3-T memiliki bangunan yang usang dan kondisi fisik yang buruk, pun pada ruangan kelas yang sesak dan kurangnya fasilitas dasar seperti toilet dan air bersih menghambat proses pembelajaran. Ketidaksetaraan pendidikan inilah yang menjadi akar masalah paling serius, hingga akhirnya berdampak pada peluang pendidikan bagi anak-anak di berbagai daerah.
Pada dasarnya pendidikan adalah persoalan penting untuk kemajuan bangsa. Dengan pendidikan, menghasilkan perbaikain system pendidikan yang ada. Sudah seharusnya persoalan Pendidikan menjadi perhatian utama dalam semua aspeknya. Ketimpangan ketersediaan infrastruktur seharusnya tidak boleh terjadi apalagi pada ranah yang tak pernah terjamah oleh program pemerintah. Pun hilang dari perhatian utama penguasa dalam semua aspeknya.
Sebab adanya ketimpangan dalam pemerataan infrastruktur pendidikan hari ini adalah fenomena bak jamur yang tumbuh sana-sini, tanpa memilih tempat untuk di tumbuhi. Maka wajar bila Ketika pendidikan hari ini hanya akan menghasilkan boomerang, sebab dalam system hari ini pendidikan sejatinya dipandang sebagai ladang penghasil cuan lagi menguntungkan yang terpatri dalam sistem kapitalisme saat ini. Layaknya gunung emas didalamnya memberikan hasil yang menjanjikan.
Ini berimpek pada biaya pendidikan hari ini yang mahal, makin bagus dan memadai infrastrukturnya maka biaya pendidikan yang ada makin besar untuk dirogoh oleh masyarakat. Pun pada perguruan tinggi yang statusnya swasta maupun negeri kian melejit harga pendidikan yang ditawarkan, hingga sekolah yang bertemakan asrama dengan konsep pendidikan terpadu namun dibaliknya tak pernah hilang kapitalisasi alias mesin penghasil uang.
Dengan demikian, nyatanya keniscayaan untuk mendapatkan kemerataan infrastruktur pendidikan tak pernah terwujud nyata, dan hanya pilih kasih hingga akhirnya melahirkan ketimpangan antara yang ada di kota dan di desa. Inilah yang berimpect dalam kinerja dari para stakeholder utama dalam menjalankan proses pendidikan dipelosok negeri yang kian hari tak jelas nasibnya. Sementara berbagai program yang selalu dihadirkan oleh yang punya kuasa tak pernah menghasilkan solusi benar dalam penyelesaiannya, yang ada malah generasi dari daerah-daerah 3T tak tersentuh sumbangsih pemerintah yang kian terkatung tak ada arah.
Keniscayaan Islam Solusinya
Pendidikan sejatinya melahirkan perbaikan yang berkemajuan serta menjadi indicator utama dalam kemajuan suatu negara, sebab ketika kualitas pendidikan formalnya baik dan benar, maka akan melahirkan perubahan besar bagi negara tersebut. Melihat pendidikan sendiri mencerminkan tingkah laku, sikap, dan sifat masyarakatnya melalui penerapan ilmu pada kehidupan sehari-hari.
Masalah ini tentu bukan perkara mudah, semudah menyampaikan rencana-rencana tapi hanya berbuah bencana. Sebab pemerataan infrastruktur pendidikan sendiri memerlukan penyelesaian sistematis bukan program yang akhirnya hanya menghasilkan cuan. Pun pada pemakaian paradigma pendidikan yang keliru hanya akan berdampak munculnya persoalan pendidikan baru.
Ini pun menyasar pada pemerataan infrastruktur pendidikan dalam Islam. Islam menjadikan Pendidikan sebagai kebutuhan pokok publik yang menjadi tanggung jawab negara, termasuk pemenuhan sarana dan prasarana Pendidikan secara merata dan berkualitas serta gratis tanpa ada sekat sekalipun. Karena paradigma pendidikan yang benar akan menghasilkan pendidikan yang berkualitas.
Wajar jika Islam dari abad ke abad banyak melahirkan generasi yang merubah peradaban dunia menjadi maju seperti sekarang ini. Lahirnya para ulama mazhab, seperti Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, dan Imam Hanafi adalah bukti dari peradaban cemerlang. Juga para perawi hadis seperti Imam Bukhari dan Imam Muslim, ditambah lagi, lahirnya sederet ilmuwan di bidang sains dan teknologi, seperti Al-Khawarizmi, Ibnu Sina, Al-Idrisi, Al-Jazari, Ibnu al-Haytsam, dan Al-Birruni yang kesemuanya adalah hasil dari didikan Islam.
Dengan demikian, untuk memperbaiki ketidakmerataan infrastruktur pendidikan yang hanya menghasilkan ketimpangan, adalah dengan membenahi dasarnya, maksudnya paradigma pendidikan yang benar yang hanya ada dalam Islam. Yang sistemnya langsung dibuat oleh Penciptnya Manusia, Allah Subahanahu wa ta’alla, yakni sistem pendidikan yang dasanya adalah akidah Islam. Tujuan, kurikulum, metode hingga asesmennya sesuai Islam, dengan system ini tentu kemerataan dalam infrastruktur pendidikan akan terwujud dan membawa pada kesejahteraan yang hakiki, dan bukan pada tujuan cuanisasi yang hanya melahirkan kerusakan. Wallahu alam bissawab..(*)