Oleh: Dr. H. Abdul Wahid, M.A-(Muballigh & Dosen Agama STIE Tri Dharma Nusantara Makassar)
Suasana daerah yang aman dan damai adalah harapan dan kebutuhan terpenting bagi masyarakat Indonesia saat ini. Kalau demikian halnya sudah menjadi keniscayaan, semangat membangun sinergi dan kerjasama seluruh elemen bangsa terutama antara Polri dan ulama harus dilakukan sebagai bagian dari ikhtiar bersama untuk menghadirkan suasana yang aman dan damai di tengah masyarakat.
Terlebih lagi saat ini, kebutuhan terhadap rasa aman dan damai di tengah masyarakat kian meningkat, karena di samping bangsa kita masih fokus dalam memutus mata rantai penularan Covid-19 di tengah masyarakat dengan tetap mematuhi protokol kesehatan yang diberi istilah “pesan ibu”, yakni memakai masker, menjaga jarak dan rajin mencuci tangan dengan sabun”, pada saat yang sama ada 270 daerah kabupaten/kota di seluruh Indonesia dengan rincian 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota akan menggelar Pilkada serentak.
Belajar dari setiap perhelatan Pilkada pada tahun-tahun sebelumnya, potensi gangguan kamtibmas sangat tinggi, apa lagi kota Makassar selama ini dikategorikan sebagai salah satu daerah yang menyandang status “zona merah” tingkat kerawanan gangguan keamanannya terutama pada detik-detik menjelang hari pemungutan suara.
Menyadari hal tersebut di tahun politik seperti saat ini, dimana potensi gangguan kamtibmas sangat rawan terjadi, karena itu peran ulama sangat diharapkan partisipasinya dalam membantu tugas Polri untuk mewujudkan situasi yang aman dan damai di tengah masyarakat.
Walaupun menurut konstitusi, Polri adalah institusi yang paling bertanggungjawab dalam melakukan penegakan hukum dan menjamin keamaman masyarakat di dalam negeri, namun demikian Polri tetap harus dibantu oleh masyarakat terutama ulama untuk dapat menghadirkan rasa aman di tengah masyarakat. Membiarkan Polri jalan sendiri dalam menghadirkan suasana kamtibmas, sama saja seperti seseorang yang bertepuk sebelah tangan, artinya sulit terwujud.
Secara sosiologis ulama cukup di dengar petuah dan nasihatnya oleh masyarakat, karena ulama adalah panutan di tengah masyarakat. Melalui pesan-pesan kamtibmas yang sejuk dan didukung oleh dalil-dalil al-Qur’an dan hadis akan lebih optimal dan meyakinkan masyarakat terhadap pentingnya menjaga toleransi dan persatuan sesama anak bangsa demi mewujudkan kondisi yang aman dan damai. Hal ini sejalan dengan petunjuk al-Qur’an, “Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik…”(QS. an Nahl:97).
Agama memerintahkan kepada umatnya baik pria maupun wanita agar senantiasa melakukan amal shaleh, diantara bentuknya ialah menjaga keamanan dan toleransi kepada sesama. Jika yang demikian ini dapat dilakukan, maka akan berdampak pada hadirnya ”hayatan thayyibah”, Artinya kehidupan yang baik, aman dan damai, sehingga roda perekonomian masyarakat dapat berjalan dengan baik dan tatanan kehidupan lainnya pun ikut menjadi baik.
Karena itu, peran ulama sangat strategis dalam membantu tugas Polri melalui mimbar-mimbar jumat, ceramah dan kegiatan keagamaan lainnya, untuk terus menerus memberi himbauan, arahan serta edukasi kepada masyarakat agar tidak mudah terpancing dengan isu hoax yang dapat menggangu kamtibmas.
Bagi jajaran Polri lebih khusus Polda Sulsel, sudah dapat dipastikan mereka sudah siap untuk melakukan pengawalan dan pengamanan di setiap tahapan Pilkada hingga penetapan pemenang pemilu oleh KPU ke depan, namun pun demikian tetap saja partisipasi dan dukungan masyarakat khususnya ulama sangat dibutuhkan untuk mendukung tugas Polri dalam menghadirkan Pilkada damai dan aman di Sulawesi Selatan khususnya.
Dari sini kemudian semakin memperkuat pentingnya kerjasama dan sinergi antara ulama dan Polri dalam menjaga kamtibmas terlebih di tahun politik saat ini, demi mewujudkan Pilkada yang damai, baik dalam lingkup kota Makassar khususnya maupun lingkup nasional pada umumnya.(*)