
Oleh : Cindi Aprilian
Baru-baru ini pelecehan seksual kembali lagi terjadi di dunia pendidikan. Seorang Oknum guru berinisial RA (30) di salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kabupaten Bonebolango, Provinsi Gorontalo resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan kekerasan seksual terhadap seorang siswi. Tersangka diduga mengajak korban melakukan hubungan seksual di salah satu ruangan di lingkungan sekolah. Meski korban menolak, tersangka terus membujuk hingga dugaan tindakan asusila terjadi, (mimoza.tv.com, 5/4/2025)
Kejadian serupa juga pernah terjadi sebelumnya juga dilakukan oleh oknum guru di salah satu sekolah Madrasah Aliyah Negeri (MAN) di Kabupaten Gorontalo. Tersangka berinisial DH (57) yang diduga melakukan hubungan dengan salah seorang siswi. Aksi mereka direkam video secara diam-diam dan viral di media sosial.
Dari keterangan saksi, korban masih dibawah umur awalnya merasa mendapat perhatian lebih dari tersangka hingga akhirnya hubungan tersebut berujung pada tindakan pelecehan seksual, (kumparan.com, 24/9/2025)
Sungguh miris, lingkungan pendidikan yang harusnya terjaga dari aktivitas amoral, justru sangat rawan menjadi tempat berlangsungnya perbuatan asusila. Kasus pelecehan seksual tidak hanya terjadi di satuan pendidikan tingkat menengah atau tinggi, tapi juga merambat pada sekolah dasar. Semua ini menunjukkan bahwa sistem pendidikan dan aturan yang diterapkan di negeri ini telah gagal mewujudkan masyarakat yang bermoral.
Kebebasan yang Kebablasan
Pelecehan seksual didunia pendidikan oleh guru bagaikan fenomena gunung es. Kasus-kasus yang viral hanyalah sebagian kecil dari yang tampak di permukaan, sedangkan yang luput dari pemberitaan masih sangat banyak.
Sekolah yang harusnya menjadi tempat aman bagi siswa dan guru sebagai pengganti orang tua dan sebagai teladan baik di lingkungan sekolah, tetapi justru menjadi pelaku pelecehan seksual yang menunjukan perbuatan maksiat yang keji. Hal ini jelas menjadi masalah serius di tengah masyarakat, khususnya dalam sistem pendidikan dan pergaulan.
Disatu sisi orang tua khsusnya ibu sangatlah berperan penting bagi pendidikan pertama anak di rumah. Misal bagi anak usia dini berkaitan dengan pengenalan tubuh, area privasi, batasan-batasan, rasa hormat pada orang lain dsb. Namun tak jarang kita dapati kebanyakan orang tua luput dalam hal ini dengan alasan sibuk kerja sehingga menyerahkan pendidikan sepenuhnya kepada pihak sekolah.
Disisi lain, pendidikan umum yang ditawarkan oleh sistem pendidikan hari ini berbasis sekuler-liberal yang cenderung menjauhkan agama dari kehidupan. Konsekuensinya nilai-nilai agama dan norma-norma yang diajarkan oleh agama menjadi relatif dan tergantung pada pada sudut pandang individu. Hal ini bisa membuka celah pembenaran atas tindakan-tindakan tidak bermoral, termasuk perlaku seksual menyimpang, selama tidak ada yang “secara jelas” dirugikan (padahal pelecehan sering tidak langsung terlihat dampaknya).
Dalam sistem liberal, kebebasan individu sangat dijunjung tinggi, termasuk kebebasan berekspresi, berpenampilann, dan berperilaku menjadi peluang bagi predator. Interaksi perempuan dan laki-laki tanpa kontrol dan batasan, guru atau tenaga pendidik bisa merasa mengekspresikan diri secara bebas dengan dalih guru dan murid. Sementara perempuan diberi kebebasan berpakaian yang mudah menimbulkan syahwat bagi laki-laki bejat.
Fenomena pelecehan seksual juga terjadi di lembaga pendidikan islam dan pesantren. Sebab islam diajarkan hanya sekedar teori dan hapalan semata yang berorientasi pada nilai dan ijazah saja. Akibatnya banyak generasi yang pintar ilmu islam, tetapi perilakunya sama sekali tidak mencerminkan sosok yang berkepribadian islam. Tidak sedikit pula oknum guru agama yang terang-terangan melakukan perbuatan nista.
Belum lagi liberalisasi media yang saat ini bukan hanya sebagai tontonan , bahkan tuntunan. TV dan sosial media bebas menayangkan perfilman berbau pornografi dan postingan-postingan foto dan video tiidak senonoh.
Sebenarnya berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi pelecehan seksual di lingkungan pendidikan. Mulai dari edukasi, melatih tenaga pendidik, kerja sama dengan pihak keagamaan, sanksi ringan hingga sangsi terberat dalam bentuk penjara bagi pelaku. Namun sampai saat ini tak mampu membendung kasus pelecehan seksual di lingkungan pendidikan.
Islam Solusi Fundamental
Generasi merupakan tonggak peradaban sebuah bangsa. Karenanya, keberadaan generasi harus dibina sebaik-baiknya dan dilindungi keamanannya. Agar tidak menjadi pelaku atau korban pelecehan seksual.
Islam memandang pelecehan seksual merupakan perilaku maksiat dan dosa. Sehingga pelakunya akan mendapatkan sanksi yang berefek jera. Tak hanya itu, pelecehan seksual yang dilakukan pendidik akan menghancurkan masa depan korban. Olehnya, seorang Khalifah akan serius mengurus problem ini dari aspek pencegahan hingga penanganan.
Rasulullah Saw. bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dia pimpin.” (HR. Bukhari)
Atas pertanggungjawaban ini, seorang Khalifah akan melakukan tindakan sebagai berikut:
Pertama, edukasi kepada orang tua terhadap kesadarannya dalam menunaikan tugas utamanya yaitu sebagai madrasatul ‘ula (sekolah pertama) bagi anaknya. Sehingga, sejak dini telah ditanamkan akidah yang kokoh, moral, menutup aurat, amalan ibadah lainya, bagian-bagian tubuh yang tidak sepantasnya disentuh oleh orang lain, serta diajarkan cara berkomunikasi yang baik. Seorang ibu tidak akan dipaksakan bekerja dan memberi jaminan pekerjaan bagi ayah sebagai pencari nafkah. Sehingga ibu lebih fokus memperhatikan tumbuuh kembang anak dengan kepribadian islam.
Kedua, menerapkan sistem pendidikan berasakan akidah Islam menjadikan fokus pembelajaran pada amal perbuatan yang nyata, bukan pada aspek teori atau hapalan semata. Islam dipelajari untuk dipahami dan diterapkan, bukan demi nilai ujian. Ketaatan pada aturan islam adalah buah dari keimanan, bukan karena takut pada ancaman. Dengan begitu individu akan berusaha taat dan terikat dengan syariat tiap saat, bukan hanya saat ada yang melihat.
Ketiga, Khalifah menerapkan sistem pergaulan Islam dalam kehidupan. Tidak ada interaksi dengan lawan jenis selain interaksi yang diperbolehkan secara syar’i seperti kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan lainnya. Laki-laki dan perempuan dilarang mengumbar aurat, berkhalwat, berikhtilat, dan berpacaran. Selain itu, mereka juga diperintahkan untuk menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan.
Keempat, di dalam Islam diwajibkan untuk amar makruf nahi mungkar. Peka terhadap perbuatan kemaksiatan dan kejahatan. Demikian telah diperintahkan oleh Allah Swt. dan dicontohkan oleh Rasulullah Saw.
Kelima, Khalifah akan memfilter setiap informasi yang akan ditayangkan di media. Baik TV, maupun media sosial. Media hanya menayangkan hal-hal yang akan menambah keimanan, informasi terpercaya, dan pembelajaran atau hikmah.
Keenam, khalifah akan memberi sanksi tegas bagi pelaku pelecehan seksual. Bagi pelaku pencabulan diberi sanksi hudud (di rajam atau di dera). Bagi pelaku pelecehan seksual selain pencabulan akan di takzir yang diajarkan sesuai syariat Islam.
Berikut, yang dilakukan oleh seorang Khalifah dalam mengatasi kasus pelecehan seksual di lingkungan pendidikan, sehingga generasi terjaga dan terlindungi keamanannya. Demikian, hanya bisa diterapkan secara totalitas dalam naungan Daulah Khilafah. Wallahu a’lam bishawab.(*)