
Oleh: Akila Yahya-(Penulis Tenaga Teknis Kesehatan)
Hari Anak Nasional (HAN) yang ke 40 mengusung Tema’’ Anak Terlindungi, Indonesia Maju’’ dilaksanakan serentak diseluruh Indonesia puncak acara akan diakan di Jayapura, Papua. Dalam hal ini diinsiasi oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (KemenPPPA RI).
Han Menjadi Momentum untuk meningkatkan kepedulian dan Partisipasi setiap Masyarakat dalam menjamin pemenuhan hak anak. Hak tersebut meliputi hak, hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. (detik.com)
Perayaan Hari Anak Nasional (HAN) Ke 40 di Kota Gorontalo berlangsung meriah yang dilaksanakan di halaman Rumah Jabatan Wali Kota, sabtu (27/7/24). Kegiatan yang digelar dan diikuti anak-anak dari TK dan PAUD se Kota Gorontalo. Kegiatan yang digelar, yakni jalan sehat finger painting, tarian anak, vokalia. Acara yang dilaksanakan atas kerja sama Dinas Pendidikan Kota Gorontalo dengan LPP RRI kota Gorontalo, IGTKI, PGRI, dan kantor Perwakilan Bank Indonesia Gorontalo dengan mengusung juga Tema’’Bela Negara Tanpa Senjata dengan Cinta Bangga Paham Rupiah Sejak Dini’’ (portagorontalo.go.id)
Jika kita mencermati peringkatan HAN ke 40 dari tema yang diusung cukup menarik. Tapi kalau kita mencermati lebih dalam lagi dari tema dengan serangkai acara tidak ubah hanya seremonial belaka saja tanpa menyentuh akar permasalahan anak bangsa.
Mari kita lihat data Kasus kekerasan terhadap anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) melaporkan, para 2023, ada 16.854 anak yang menjadi korban kekerasan. Bahkan kekerasan tersebut tak hanya secara fisik, tapi juga psikis, seksual, penelantaran, perdagangan orang, hingga eksploitasi. Jenis kekerasan yang paling banyak terjadi di tanah air sepanjang tahun lalu yakni kekerasan seksual. Jumlahnya mencapai 8.838 kejadian (dataindonesia.id). Di Gorontalo Sebanyak 54 kasus pencabulan dan rudapaksa terhadap anak terjadi di Provinsi Gorontalo hingga Mei 2024. Kasus terbaru seorang pria tega rudapaksa anak usia 14 tahun korba pengusian banjir. Disisi lain anak-anak kecanduan judi Online.
Tidak sampai disini, anak-anak Indonesia masih banyak masalah yang harus diselesaikan. Dari masalah kemiskinan, stunting, rendahnya akses terhadap jaminan Kesehatan dan Pendidikan. Dalam peringatan HAN 2024, masalah dampak negatif internet masih menjadi sorotan seperti kecanduan internet, kejahatan online, dan kekerasan seksual di dunia maya.
Dari fakta-fakta diatas, kitab bisa melihat dan mempertanyakan sudah HAN ke 40 ini, mampu memberikan perlindungan pada anak Indonesia? setiap tahun HAN diperingati, tetapi belum mampu menyelesaikan permasalahan.
Sejenak kita meneliti lebih dalam apa yang membuat persoalan anak bangsa tidak pernah terselesaikan. Banyak pihak mencoba menganalisis faktor penyebab munculnya persolan anak. Pada umumnya terkait kemiskinan, pola asuh, lingkungan (keluarga, masyarakat, dan sekolah), budaya, lemahnya penegak hukum, serta kurang pengawasan terhadap implementasi kebijakan.
Kompleksnya permasalah anak hari ini tidak sebatas rapuhnya atau rendah kualitas kepribadian anak. Keluarga muslim makin jauh dari fungsinya sebagai tempat pertama dan utama pendidik anak turut mengambil peran. Hal ini tidak terlepas sekularisasi dan sekularisme justru berasal dari keluarga sendiri. Bahkan kekerasan anak sering kali dilakukan oleh anggota keluarga sendiri. Pengabaian hak nafkah dan hak hidup anak pelakunya tidak jauh dari keluarga terdekat mereka
Kompleksnya permasalahan anak tidak sebatas rapuh maupun rendahnya kualitas kepribadian anak. Format keluarga yang makin jauh dari fungsinya sebagai tempat pertama dan utama pendidikan anak turut mengambil peran.
Sekularisasi dan sekularisme sungguh marak di tengah keluarga. Liberalisasi akidah justru berasal dari kalangan keluarga sendiri. Kasus kekerasan terhadap anak sering kali dilakukan oleh anggota keluarganya sendiri. Pengabaian hak nafkah dan hak hidup anak juga sebabkan oleh orang dekat mereka.
Disfungsi keluarga membuat orang tua memberikan sepenuhnya tanggungjawab mendidik system pendidikan untuk menunaikan hak anaknya. Namun, profil dunia Pendidikan saat ini jauh dari harapan para orang tua akibat komersialiasasi dan kapitalisme.
Faktor lain adalah kemiskinan. Saat ini negeri menerapkan sistem ekonomi kapitalisme. Dalam sistem akses terhadap sumber daya hanya diberikan kepada orang-orang yang memiliki modal. Sehingga kesejangan makin lebar antara yang miskin dan kaya.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, persentase anak-anak lebih tinggi dalam struktur penduduk miskin Indonesia pada 2022. Mereka paling banyak berasal dari kategori anak usia di bawah lima tahun (0—4 tahun), yakni sebesar 12,93% dari total penduduk miskin pada Maret 2022. Angka ini melampaui persentase kemiskinan semua umur yang besarnya 9,54%.
Dari sini menunjukan angka kemiskinan anak masih menjadi PR besar di negeri ini. Maka wajar hal bisa saja memicu stress orang tua yang berujung pada kekerasan terhadap anak, penelantara, perdagang anak, gizi buruk, dan stunting.
Dengan demikian sistem kapitalisme terbukti telah gagal menyejahterakan anak, juga masyarakat pada umumnya. Selayaknya sistem ini kita tinggalkan, berpindah pada sistem yang memuliakan generasi yang telah terbukti saat diterapkan menghasilkan anak-anak berkualitas. sistem islam Solusi atas permasalahan hari ini.
Islam memiliki mekanisme untuk melindungi anak. Baik dari tumbuh kembang fisik, kepribadian dan kesejahteraanya. Dalam Islam para ibu diajurkan untuk menyusui bayinya hingga dua tahun. Adapun seorang ayah diperintahkan untuk mencari dan mencukupi nafkah ibu menyusui, bahkan apabila ibu dicerai saat menyusui, ayah wajib membayar upah penyusuan ( Q.s Al Baqarah :234). Semua ini dilakukan dengan tujuan agar ibu tidak perlu berkerja sehingga tetap fokus menyusui anaknya hingga sempurna. Apabila ayah tidak mampu melaksanakan kewajibannya maka bisa dilaporkan kepada hakim sehingga hakim akan memaksa untuk membayarkan nafkah dengan menahan hartanya atau memenjarakan sampai ia mau membayar nafkah.
Islam tidak melarang seorang perempuan melakukan aktivitas di luar rumah. Akan tetapi tugas utama sebagai ibu dan pengatur rumah bisa ditunaikan secara sempurna. Maka aktifvitas mencari nafkah dibeban kepada ayah agar para ibu bisa berkonsentrasi penuh menjalankan kewajiban mengurus dan mengasuh anak-anak. Inilah pencegahan stunting dan gizi buruk efektif karena tujuan pengasuhan anak dalam Islam yaitu mencegah anak dari kebinasaan.
Islam juga melarang orang tua menyakiti anak saat mendidik mereka. Boleh memukul anak setelah anak berusia 10 tahun misalnya ketika anak tidak mau diperintahkan untuk shalat. Itupun dengan sewajarnya, semata-mata bertujuan memberikan Pendidikan bukan menghukum apalagi pukulan penuh emosi yang menyakiti anak.
Dalam sistem Pendidikan berbasis akidah Islam yang tujuan Pendidikan menghasilkan generasi unggul berkepribadian Islam, pengisi peradaban dan siap terjun ke masyarakat. Pendidikan dalam Islam tidak komersial sebagaimana dalam sistem kapitalisme sebaliknya Pendidikan gratis dan berkualitas.
Dari sisi ekonomi, Islam mewajibkan negara menyediakan lapangan pekerjaan yang luas agar para kepala keluarga mendapat berkerjaan dan memberikan nafkah untuk keluarga. Bahkan Islam menjamin iklim usahan dan ekonomi yang kondusif agar rakyat melakukan aktivitas jual beli tanpa khawatir ada Upaya penipuan dan mafia komoditas. Tidak cukup sampai disitu Islam menyediakan fasilitas public secara gratis dan memadai, seperti kesehatan, pendidikan transportasi. Semua itu berasal dari sumber daya alam strategis yang milik umat yang dikelola negara serta mendistribusikan seluruh hasil kekayaan negara untuk kesejahteran warga negara termasuk anak, baik untuk mencukupi kebutuhan pokok, kesehatan dan pendidikan.
Islam juga memberikan kebebasan, tetapi tetap menjaga agar kebebasan bernilai positif. Misalnya saja terkait media massa, internet dan sarana-saran penyebar pemikiran dan informasi dibatasi hanya boleh menyebar hal-hal yang sesuai dnegan ajaran dan bernilai produktif bagi umat.
Islam mewajibakan warga negara terus melakukan amal nahi munkar serta terus menjaga suasana takwa di tengah masyarakat. Negara berkewajiban membina warga negara sehingga ketakwaan individu menjadi pilar bagi pelaksanaan hukum-hukum islam.
Negara juga menjalankan syariat Islam secara sempurna dalam segala bidang untuk memastikan kesejahteraan dan kemaanan warga negara. Negera wajib menerapkan sistem saksi yang tegas bagi para pelanggar hukum seperti permerkosa dicambuk 100 kali apabila belum menikah, dan rajam apabila sudah menikah.
Penyodomi akan dihukum bunuh. Pembunuh anak akan diqisas yakni balas bunuh, atau membayar diat sebanyak 100 ekor unta yang apabila dikonversi saat ini senilai lebih dari 1,2 miliar rupiah. Begitu pun tindak kejahatan lain, akan ditetapkan hukuman tegas yang membuat orang-orang yang akan melakukan kejahatan berpikir beribu kali sebelum melakukan tindakan.
Hal ini akan terwujud jika Islam diterapkan secara utuh dalam kehidupan. Islam akan menjamin setiap anak-anak baik muslim atau nonmuslim laki atau perempuan, semua mendapatkan hak yang sama sebagai warga negera. Hanya dalam Islam telah terbukti dalam Sejarah penerapannya selama kurang 13 abad. Dimasa itu anak-anak tumbuh dengan aman, menjadi calon-calon pemimpin, calon pejuang dan calon generasi terbaik.(*)