Oleh: Dr. H. Abdul Wahid, MA-(Muballigh dan Akademisi)
Bangsa Indonesia sejak dahulu kala dikenal sebagai bangsa yang sangat unik, hal ini tidak hanya karena letak geografisnya yang berada di tengah garis katulistiwa namun lebih dari itu karena Indonesia adalah negara besar dan memiliki keanekaragaman budaya, etnis, bahasa, agama dan lain sebagainya.
Hal inilah kemudian menjadi salah satu bagian identitas kita sebagai bangsa termasuk di dalamnya masalah budaya mudik yang dilakukan oleh sebahagian masyarakat Indonesia seiring dengan tibanya hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.
Apabila ditengok jauh ke masa lalu, fenomena mudik sudah ada sejak zaman kerajaan Majapahit. Konon dahulu, kegiatan mudik dilakukan oleh para Petani Jawa, untuk kembali ke kampung halamannya atau daerah asalnya untuk membersihkan makam leluhurnya.
Dalam bahasa Jawa, mudik merupakan singkatan dari kata ‘Mulih Diluk’ yang mengandung arti pulang ke kampung halaman sebentar. Dalam bahasa Betawi, Mudik merupakan singkatan dari ‘Menuju Udik’ yang memiliki arti pulang kampung.
Dalam perjalanan waktu, mudik merupakan salah satu fenomena sosial yang sangat unik dan rutin dilakukan oleh para perantau untuk kembali ke kampung halamannya yang kini bukan hanya para petani di Jawa, tapi hampir terjadi di seluruh Indonesia.
Begitu hebatnya daya tarik yang namanya mudik ini, hingga masyarakat Indonesia terutama di sejumlah daerah di Pulau Jawa khususnya, rela antri hingga menghabiskan waktu, tenaga dan biaya yang tidak sedikit untuk melakukan mudik menuju ke kampung halamannya.
Diantara faktor yang membuat begitu menarik budaya mudik adalah dimana para perantau ingin kembali berkumpul merayakan lebaran dengan keluarganya di kampung yang selama ini mereka tinggalkan demi mencari nafkah. Sekaligus dijadikan sebagai momentum melepas kerinduan dengan keluarga yang ada di kampung halaman dan endingnya agar jalinan kekerabatan dan silaturrahmi tetap terjaga dengan baik antara para perantau dengan orang-orang (keluarga) yang tinggal di kampung.
Fenomena mudik ini jika ditinjau dari perspektif agama, maka hal ini sah-sah saja bahkan suatu budaya yang baik hanya saja tentu wajib hukumnya para pemudik untuk tetap mematuhi aturan yang berlaku selama dalam proses perjalanan menuju ke daerah asal.
Adapun aturan yang wajib dipatuhi diantaranya adalah rambu-rambu lalulintas, dan termasuk di dalamnya disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan sebagai upaya mencegah adanya penularan COVID-19 dengan varian barunya.
Karena itu jika kita mencermati esensi dari mudik adalah sebagai sarana menjalin silaturrahmi antar keluarga yang tinggal di daerah rantau dengan yang ada di kampung, maka hal ini sejalan dengan pesan Nabi Muhammad saw. dalam salah satu hadis “Barangsiapa yang ingin dipanjangkan usianya dan dimudahkan rezekinya, maka hendaklah ia gemar menyambung silaturrahmi” (HR. Bukhari).
Dari semua rangkaian proses mudik, tentulah diharapkan masyarakat senantiasa diberi kelancaran dan kemudahan, bebas dari potensi gangguan kamtibmas seperti begal, rampok, copet dan lain sebagainya.
Dalam menjawab kebutuhan masyarakat tersebut, maka negara harus benar-benar hadir memberi jaminan keamanan dan keselamatan bagi para pemudik hingga ia kembali lagi setelah hari lebaran. Di sinilah pentingnya kehadiran personil Kepolisian sebagai perpanjangan tangan dari negara dalam menjamin rasa aman kepada masyarakat.
Di setiap pelaksanaan mudik, terlihat Polri begitu serius dalam melakukan pengawalan dan pengamanan arus mudik dan arus balik. Hal ini terlihat di setiap satuan kerja mulai tingkat Mabes, Polda, hingga Polsek tampak secara serentak telah mendirikan posko-posko pengamanan di tempat-tempat yang dianggap strategis dan rawan terjadinya tindak kejahatan seperti begal, jambret dan lain sebagainya.
Hal ini tentu sangat baik dan perlu diapresiasi oleh masyarakat, karena tanpa kehadiran personil Polri di lapangan, maka rasa aman masyarakat tidak bisa dijamin. Namun demikian masyarakat yang ikut mudik diharapkan kerjasamanya dalam menjaga ketertiban, keamanan di perjalanan agar tugas-tugas pengamanan yang dilakukan oleh jajaran kepolisian bisa maksimal, sebab tanpa adanya kerjasama yang baik antara masyarakat dan Polri semuanya tidak akan berjalan dengan lancar dan baik.(*)