
Isu tentang pengambilan foto di ruang publik kembali menjadi sorotan setelah Komdigi menegaskan pentingnya perlindungan data pribadi dalam setiap bentuk pemrosesan, termasuk pengambilan dan penyebarluasan foto seseorang.
Bagi sebagian fotografer, terutama yang berkecimpung di dunia street photography atau dokumentasi olahraga seperti running event, hal ini menimbulkan pertanyaan baru: apakah ruang publik masih bebas untuk diabadikan? di mana banyak fotografer turun ke jalan mendokumentasikan semangat para pelari.
Kehadiran platform seperti PhotoYou yang memungkinkan pelari membeli foto hasil jepretan para fotografer menambah dinamika baru: di mana batas antara kebebasan berkarya dan perlindungan privasi seseorang?
🔍 Ruang Publik Bukan Ruang Bebas Sepenuhnya
Secara umum, ruang publik memang terbuka untuk siapa saja. Aktivitas fotografi di jalan, taman, atau area olahraga bukanlah hal baru.
Selama bertahun-tahun, fotografer jalanan (street photographer) berperan penting dalam merekam wajah kehidupan kota dan budaya masyarakat.
Namun, sejak hadirnya Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), wajah seseorang kini diakui sebagai data pribadi.
Artinya, foto yang bisa mengidentifikasi seseorang tak bisa digunakan sembarangan, apalagi untuk tujuan komersial tanpa izin.
🤝 Antara Hak Fotografer dan Hak Individu
Di sisi fotografer, pemotretan di ruang publik sering dianggap bagian dari ekspresi seni dan dokumentasi sosial. Sementara dari sisi individu, ada kebutuhan akan rasa aman dan kontrol atas citra diri mereka.
Dua hal ini sering kali beririsan — bukan untuk saling bertentangan, tetapi untuk saling menyesuaikan.
Praktik idealnya adalah transparansi dan etika komunikasi. Fotografer sebaiknya memberi tahu jika sedang memotret kegiatan publik, tidak menyebarkan foto tanpa izin, serta menghormati permintaan penghapusan. Platform seperti PhotoYou juga diharapkan menjaga sistemnya agar subjek foto mendapat notifikasi dan pilihan yang jelas — apakah ingin membeli, menyimpan, atau menghapus foto tersebut.
🌱 Membangun Budaya Saling Menghormati
Fotografi publik sejatinya bukan hanya soal gambar, tapi juga tentang cerita, semangat, dan interaksi sosial. Agar ekosistem ini tumbuh sehat, dibutuhkan kesadaran bersama: fotografer menjaga etika, masyarakat memahami konteks dokumentasi.
Dengan saling menghormati batas dan hak masing-masing, kita bisa menjadikan ruang publik tetap hidup — sebagai tempat di mana kreativitas dan privasi bisa berjalan berdampingan.(*)
Oleh: Asdianto Lihawa/Fotografer





















