
Oleh : Tri Ningrum (Aktivis Muslimah)
Provinsi Gorontalo memiliki program unggulan dibidang Agropolitan, Perikanan dan membutuhkan sarana dan prasarana penunjang, maka untuk menunjang program keunggulan ini, diperlukan sarana yakni Pelabuhan. Sehingga, pengembangan Pelabuhan Anggrek merupakan upaya untuk kebutuhan sarana tersebut.
Di tahun 2021 lalu, secara resmi pelabuhan Anggrek dikelola oleh konsorsium perusahan swasta yakni PT. Anggrek Gorontalo Internasional Terminal (AGIT) sebagai pemenang lelang proyek pengelolaan pelabuhan Anggrek. Dalam peresmian tersebut, Budi Karya Sumadi sebagai Menteri Perhubungan menyampaikan kepada PT. AGIT agar selalu memperhatikan perkembangan teknologi, transformasi digital serta ecoport. (Kompas.com).
Pengelolaan pelabuhan Anggrek menggunakan skema kerja Sama pemerintah dan badan usaha (KPBU). Dengan waktu 30 tahun dan biaya operasional sebesar Rp. 5,2 triliun. Adapun skema KPBU merupakan salah satu cara men-deliver proyek-proyek permerintah. Skema ini berbeda dengan skema tender biasa, karena skema tender biasa, pembiayaan barang diadakan atau dibangun yang ditanggung oleh APBN/APBD, sedangkan skema KPBU seperti win–win solution antara pemerintah dan swasta.
Mengenal kawasan pelabuhan anggrek sebagai Pusat percepatan pertumbuhan ekonomi
Pelabuhan Anggrek yang berlokasi di Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo yang terletak di pantai utara Sulawesi dan berdekatan dengan jalur perdagangan internasional utama, menjadikannya sebagai pintu gerbang vital bagi perdagangan antara Gorontalo dan negara-negara di Asia Timur. Pelabuhan ini terletak di utara Sulawesi yang memiliki konektivitas dengan negara timur jauh seperti Jepang, Korea, China, dan Hongkong. Kami mengajak pihak investor swasta untuk berkolaborasi mengembangkan tidak hanya pelabuhan saja, tetapi juga untuk kepentingan kawasan sekitar (hinterland),” kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dalam keterangan tertulis, Rabu (23/6/2021).
Untuk mewujudkannya sebagai pelabuhan dengan taraf internasional, maka diperlukan standar mutu dan kualitas pengelolaan yang tinggi. Oleh karena itu PT. AGIT mengadopsi konsep smart port melibatkan pemanfaatan teknologi seperti sensor Internet of Things (IoT), otomatisasi, dan analitik data dalam operasi pelabuhan.
Upaya mewujudkan visi International Smart Port maka PT. AGIT melalui merencanakan pelatihan teknologi dan bahasa inggris bagi murid SMA/SMK pondok pesantren modern Hubulo. Kegiatan pelatihan ini direncanakan akan mengajarkan dasar-dasar pengoperasian komputer dan berbagai perangkat lunak pendukung lainnya seperti Microsoft Office dan aplikasi lainnya yang akan menunjang kompetensi di dunia kerja.
- PT. AGIT turut berkomitmen untuk memberikan kontribusi yang signifikan pada pembangunan ekonomi daerah Gorontalo. Selain Pelabuhan Anggrek, juga akan dibangun Kawasan Industri yang direncanakan untuk menjadi “pusat pengumpulan sumber daya pertanian dan perikanan dari kawasan Indonesia Timur”.
Wilayah Kawasan Industri Anggrek juga akan menjadi pusat pengolahan dan kemasan untuk produk pertanian dan perikanan yang akan diekspor ke berbagai negara di kawasan Asia Timur seperti Jepang dan Korea Selatan.
Melalui pembangunan Pelabuhan Gorontalo ini, dalam beberapa tahun kedepan kami menargetkan Gorontalo dari provinsi termiskin ke-5 menjadi provinsi termakmur ke-5 di Indonesia, ungkap Rachmat Gobel, Chairman dan Shareholder Gobel Group. Gobel Group merupakan pemegang saham mayoritas di PT AGIT.
Paradigma pembangunan aturan saat ini
Adanya pembangunan mengunakan skema KPBU menjadikan kerjasama ini pada prakteknya terjadi adanya tarik menarik antara kepentingan para korporasi dan pemerintah. Namun demikian tarik menariknya kepentingan kedua tersebut nyatanya tidak mengalir pada rakyat. Adapun dari sisi pembangunan pelabuhan saja sudah bukan untuk kepentingan rakyat. Pembangun Pelabuhan internasioan dibangun untuk kelancaran arus barang industri. Sehingga yang menikmati kemaslahatan besar adalah para korporasi yang terlibat didalamnya.
Kalaupun nantinya adanya pembangunan ini akan menciptakan lapangan pekerjaan realitasnya upah buru tidak akan sebanding dengan keuntungan korporasi. Sedangkan lapangan pekerjaan yang dijanjikan tidak bisa menyerap warga disekitar karena alasan kompetensi. Oleh karena itu maka paradigma pembagunan kapitalisme menjadikan pendidikan sebagai pencetak tenaga kerja baik mahasiswa, siswa ataupun para santri. Disinilah ada dugaan dari berbagai program pemberdayaan ekonomi santri di lingkungan pesantren hakikatnya adalah pembajakan potensi dan jati diri santri dari fungsi keilmuan menuju pemberdayaan ekonomi santri.
Inilah paradigma pembangunan yang hanya mencari keuntungan. Pertumbuhan industri menjadi “dewa” dalam perekonomian. Padahal, tingginya industri yang dibarengi dengan investasi tidak seiring dengan terciptanya lapangan pekerjaan. Begitupun pertumbuhan ekonomi nyatanya tidak berkorelasi positif dengan kesejahteraan masyarakat.
Paradigma pembangunan islam
Dari sisi islam, paradigma pembangunan bermula dari kewajiban negara dalam memenuhi segala kebutuhan asasi rakyatnya. Adanya peran negara sebagai pusat dalam upaya pembangunannya. Sehingga pemerintah sendiri yang mengelolahnya dan tidak dibutuhkan lagi kerja sama dengan pihak swasta, apalagi melalui skema KPBU. Karena, hal utama dalam pembangunan bukan dilihat bernilai ekonomi atau tidak, tetapi menjadikan pembangunannya fokus pada kepentingan rakyat.
Jika tidak mendesak dalam membangun pelabuhan maka pemerintah tidak akan tergoda oleh kucuran utang, apalagi jika pelabuhan sudah banyak. Sebab fokus negara membuat bendungan untuk kemaslahatan rakyat, memperbaiki jalan, membangunan jembatan antar desa, dll.
Dalam pembangunannya harus mempertimbangkan hak rakyat. Hak rakyat jangan sampai terampas, manakala terambil tanah rakyat atau mata pencaharian rakyat, maka negara memberikan kompensasi yang sebanding bahkan diberikan lebih kepada rakyatnya. Pemerintah harus peduli pada rakyatnya dan memastikan dengan sebenar-benarnya tidak ada yang terdzolimi. Jika ini yang terjadi, maka permasalahan demi permasalahan yang sering bermunculan dengan adanya pembangunan sarana termasuk pelabuhan bisa tertuntaskan.
Adapun pembangunan infrastruktur, seperti pelabuhan, bertujuan untuk memberi kemudahan bagi rakyat memanfaatkannya dengan baik sebagai sarana publik ataupun kegiatan ekonomi. Ini karena politik ekonomi negara islam adalah pengurusan urusan umat secara totalitas.
Potensi kekayaan alam juga akan dikelola untuk sebesar-besar kepentingan rakyat. Oleh sebab itu, negara tidak akan mati gaya dalam membiayai dan membangun infrastruktur strategis. Pemasukan baitul mall yang meliputi harta ganimah, fai, kharaj, jizyah, dan hasil tambang, sudah mampu membiayai pembangunan fasilitas publik serta negara juga tidak akan mengekspor SDA hingga kebutuhan rakyat tercukupi.
Dengan demikian, begitulah cara Islam dalam melakukan pembangunan ekonomi yang menjadikan kepentingan rakyat sebagai hal yg utama. Wallahua’lam bishshowab.(*)