Oleh: Rostia Mile
Penulis adalah Aktivis Dakwah Kampus
Lagi dan lagi penangkapan teroris kembali terjadi. Satu ‘rutinitas’ menjelang Pemilu dengan alasan tindakan preventif mengamankan Pemilu.
Juga saat solidaritas umat membela palestina menguat, seakan masalah utama di negeri ini cuma radikalisme. Sebagaimana dikabarkan dari media Jakarta – Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri menangkap 18 tersangka teroris sepanjang Oktober 2023. Penangkapan itu dilakukan di berbagai daerah di Indonesia. Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan penangkapan dilakukan sejak 2 Oktober 2023. Diawali dengan penangkapan seorang teroris berinisial RA di Sumatera Barat pada 2 Oktober 2023.
Bukan hanya itu, juga di kabarkan dari media REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI — Juru bicara Densus 88 Antiteror Mabes Polri Kombes Aswin Siregar membenarkan telah terjadi penangkapan terhadap terduga teroris pada Jumat (27/10/2023). Aswin mengatakan ada 27 tersangka teroris yang ditangkap secara bersama di tiga wilayah yaitu, Jakarta, Jawa Barat dan Sulawesi Tengah (Sulteng). Tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri menangkap 18 tersangka pelaku tindak pidana terorisme di sejumlah daerah di Indonesia selama Oktober 2023 untuk mencegah aksi teror, khususnya menjelang pelaksanaan Pemilu 2024.
Penangkapan ini menunjukkan kuatnya program deradikalisasi dan moderasi beragama terlebih paska disahkannya PP No. 58 Th. 2023 Tentang Penguatan Moderasi Beragama. Sebagaimana Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Gorontalo juga menggelar kegiatan seminar dalam pencegahan radikalisme dan terosisme, yang berlangsung di Gedung Aula Pemerintah Kota Gorontalo, Rabu (8/11/2023). Kegiatan dengan membawa tema pererempuan Teladan, Optimis dan Produktif (TOP) ‘Cerdas Digital Satukan bangsa’ dibuka langsung oleh Ketua FKPT Gorontalo, Prof. Dr. Karmila Mahmud PDh. Tujuan dari kegiatan tersebut untuk memberikan gambaran secara jelas kepada masyarakat khususnya perempuan mengenai terorisme di Indonesia.
Hal ini membuktikan bahwa Barat memberikan stigma teroris pada kaum muslim yang berjuang menegakkan agama sebagai bentuk islamophobia. Definisi Barat inilah yang dijadikan pedoman oleh pemerintah. Di sisi lain banyak penangkapan teroris tanpa bukti kuat, seakan-akan menampakkan penguasa hari ini hanya sibuk bernarasi terorisme atau radikalisme. Sebagaimana pernyataan dari Mabes Polri yang menyebutkan bahwa perang antara kelompok Hamas di Palestina dan entitas Yahudi turut berdampak membangkitkan sel-sel teroris di Indonesia. Di tengah gempuran rudal Zionis Yahudi ke bumi Palestina, sungguh pernyataan Kapolri tersebut menyakiti hati kaum muslim.
Secara sengaja, Kapolri menyamakan perjuangan jihad para mujahidin Palestina sama dengan gerakan teroris yang kemungkinan ada di negeri ini. Ketika ada pemuda yang good looking, taat Islam, ikut pengajian, aktif berdakwah, dan kritis terhadap kezaliman, akan langsung dicurigai sebagai pelaku teroris. Bahkan yang dijadikan barang bukti kerap mengandung simbol Islam, seperti Al-Qur’an, buku jihad, dan lainnya.
Sedangkan jika ada yang terduga sebagai teroris justru perlakuannya terbalik, sebagaimana kita berkaca lagi pada kejadian KKB Papua. Apa pernah BNPT menyebutnya sebagai kelompok teroris? Ketika BNPT membahas radikalisme pun, opininya sering kali mengarah pada hal-hal yang merepresentasikan Islam, semisal masjid radikal, konten ceramah radikal, ustaz radikal, buku radikal, dan segala radikal lainnya. Artinya, BNPT sudah termakan narasi ciptaan Barat yang bertujuan melemahkan dan mengembuskan keraguan umat Islam terhadap agamanya sendiri. Parahnya lagi, pemerintah malah mengamani narasi ini dengan menjalankan proyek deradikalisasi melalui program moderasi beragama. Perlu kita ketahui, Barat berupaya memecah belah umat dengan politik adu domba.
Islam tidak membenarkan terorisme dalam bentuk apa pun. Namun, umat juga tidak boleh terjebak dengan narasi terorisme atau radikalisme yang diusung Barat. Apalagi Indonesia yang dikenal sebagai negara berpenduduk mayoritas muslim terbesar di dunia, harusnya memandang narasi terorisme atau radikalisme berdasarkan kacamata Islam. Islam memiliki definisi syar’i tentang jihad dan perjuangan menegakkan aturan Allah secara kafah. Maka dari itu kita sebagai kaum muslim adalah suatu kewajiban untuk berjuang dan menerapkan aturan Allah secara kafah, sehingga kita perlu menyadari hal ini, bahwa;
Pertama, musuh bersama umat Islam hari ini adalah ideologi kapitalisme beserta akidah sekularismenya. Dampak penerapan ideologi ini sudah sangat terlihat. Kapitalisme membuat kekayaan alam Indonesia habis dijual dan dieksploitasi. Sekularisme membuat generasi ini kian rusak karena nilai Islam semakin terdegradasi dari mengatur kehidupan.
Kedua, terorisme atau radikalisme adalah propaganda Barat untuk menjauhkan umat Islam dari ajaran Islam. Barat menyadari bahwa ancaman bagi eksistensi ideologi kapitalisme adalah kebangkitan Islam. Oleh karena itu, mereka melakukan segala cara agar umat makin jauh dari Islam dan tidak menjadikannya sebagai sistem untuk mengatur masyarakat dan negara.
Ketiga, moderasi dan deradikalisasi adalah proyek ciptaan Barat yang harus diwaspadai, bukan malah diaruskan. Coba tengok upaya peradaban Islam mendidik generasi mudanya. Mereka tumbuh menjadi pemuda taat dalam iman dan cerdas dalam ilmu dunia. Justru ketika pemuda dijauhkan dari Islam, mereka melakukan banyak kemaksiatan dan keburukan, mengekor pada budaya dan gaya hidup yang bertentangan dengan Islam.
Keempat, media sosial ibarat pisau bermata dua. Jika digunakan untuk keburukan, akan menghasilkan konten-konten yang merusak. Jika digunakan untuk kebaikan Islam, inilah wujud dakwah amar makruf nahi mungkar, yakni berlomba-lomba menyajikan konten dan opini Islam yang mencerahkan dan mengedukasi masyarakat agar berislam secara kafah.
Oleh karena itu, tugas kita bersama adalah melawan narasi Barat dengan terus menjelaskan propaganda jahat mereka. Sudah saatnya pemuda berperan sebagai corong perubahan. Mereka tidak boleh termakan narasi radikalisme yang diembuskan Barat. Generasi muda berperan dalam dakwah yang menyadarkan umat akan bahaya sekularisme dan turut menyuarakan perubahan menuju sistem Islam…(*)