NEWSNESIA.ID, JAKARTA – Polemik Musyawarah Besar (Mubes) Lamahu ke VIII yang digelar di Gedung Nusantara 5 MPR-RI Jakarta, Kamis (19/11/2020) lalu, berlanjut. Mayoritas Pilar Lamahu menyatakan menolak hasil Mubes karena menilai terindikasi syarat kecurangan. Bahkan sudah ada 23 pilar yang tergabung untuk menggelar Mubes lanjutan.
“Sikap ini menyusul cacatnya sejumlah proses persidangan dalam pengambilan keputusan strategis, yang tidak lazim dan tidak sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam ADART, termasuk diantaranya adalah hasil penetapan Ketua Lamahu. Hal ini diungkapkan oleh para ketua-ketua pilar,” ujar Bob Hippy, Jumat (4/12/2020).
Menurut para ketua pilar dan mandataris pilar, bahwa klarifikasi pimpinan sidang sementara dan pimpinan sidang defenitif yang disebarkan melalui media sosial, semakin menunjukkan adanya unsur rekayasa dan kesengajaan untuk membunuh aspirasi peserta Mubes VIII. Pimpinan sidang ini menyatakan menjalankan ADART yang telah direvisi melalui Rapat Pleno yang Diperluas (RDP), dan karena Pandemi Covid-19, RDP dilaksanakan melalui Zoom-Webinar.
“Kami tidak persoalkan pembahasan revisi ADART via RDP Zoom ini, tetapi yang kami persoalkan adalah pengambilan keputusannya yang tidak memenuhi Quorum. Artinya, keputusan RDP dinilai lemah dan batal secara hukum persidangan karena tidak disahkan dari awal persidangan Karena itu, belum bisa dijadikan dasar untuk menyelenggarakan Mubes VIII. Begitu menurut para ketua pilar,” ungkap Bob Hippy.
Para ketua pilar lainnya, menurut Bob Hippy, mengeluhkan proses Mubes Lamahu. Menurutnya, interupsi yang dilakukannya untuk menyampaikan seharusnya yang pertama dibahas adalah pengesahan Hasil RDP, agar revisi ADART yang dibahas berjilid-jilid via Zoom itu, mendapat pengakuan peserta Mubes dan memenuhi Quorum. Artinya, keputusan RDP itu, terutama revisi ADART itu dikuatkan melalui sidang Mubes VIII. Hal ini penting, karena dasar hukum untuk melaksanakan agenda mubes VIII berdasarkan ADART hasil revisi dapat diterima.
“Dia dihujat, dengan tidak sopan, dan dihentikan oleh pimpinan sidang, sehingga apa yang dia utarakan tidak tersampaikan. Akibatnya, seluruh rangkaian persidangan menjadi cacat prosedur dan kehilangan legitimasi konstitusionalnya, alias tidak sah, karena didasarkan pada ADART yang belum disahkan dan diterima peserta Mubes VIII,” paparnya lagi.
“Kerancuan kedua, adalah upaya pimpinan sidang mengarahkan sidang untuk menetapkan pimpinan sidang yang sudah diputuskan melalui hasil RDP, padahal dalam sidang mubes, hasil RDP ini tidak disahkan sebagaimana saya maksudkan sebelumnya. Kerancuan ketiga, bahwa sebelum penyampaian visi-misi, pimpinan sidang seharusnya menyampaikan secara terbuka berapa jumlah dukungan kepada masing-masing calon, dan merupakan salah satu keputusan Mubes; meskipun jumlah dukungan itu tidak mempengaruhi keputusan pemilihan oleh Bantayo. Bagi pilar, ini adalah bagian dari demokrasi dimana dukungan mereka dihormati oleh pimpinan sidang,” tambahnya.
Terhadap berbagai kerancuan dan kecacatan prosedur dan mekanisme persidangan mubes VIII ini, telah disikapi secara serius oleh mayoritas pilar. Menurut ketua- ketua Pilar bahwa dalam waktu dekat ini, mereka akan melaksanakan rapat evaluasi untuk menyatakan mosi tidak percaya dan menolak hasil Mubes VIII, sekaligus menyiapkan Mubes VIII Lanjutan. Mubes lanjutan ini sifatnya untuk mengoreksi dan menganulir proses dan mekanisme persidangan yang rancu.
Terkonfirmasi sudah ada 23 Pilar yang siap bergabung, dan beberapa tokoh Jakarta sudah memberikan dukungannya secara nyata. (im-NN)