SIGI – Hunian Sementara atau Huntara Ranggulalo di Jalan Pramuka, Kecamatan Sigi Biromaru, Sigi, Sulawesi Tengah tampak ramai. Kendaraan hilir mudik keluar masuk lokasi pengungsian tersebut.
Sementara di pinggir jalan beraspal, beberapa lapak jualan warga para penyintas berdiri dekat lokasi huntara. Salah seorang pelapak adalah Budi (30). Pria lajang ini berjualan berbagai kebutuhan dapur, seperti lcabai, tomat, bawang putih, dan sejumlah kebutuhan lainnya. Budi mengaku berjualan kebutuhan dapur setelah seminggu pascagempa.
Sebelumnya ia adalah penjual bunga hias di pasar tradisional Biromaru. Jenis bunga yang dijualnya bervariasi, ada bunga puring, pakis nanas, pakis haji dan sejumlah bunga hias lainnnya. Harganya berkisar dari Rp 25.000 hingga Rp 300.000, tergantung dari besar kecilnya bunga.
Namun, saat bencana alam terjadi 28 September 2018 silam, ratusan bunga miliknya hilang ditelan bumi. “Tempat jualanku itu tanahnya jadi lembek dan berlumpur begitu. Saya punya bunga yang ditanam di pot atau di polibag masuk semua ke dalam”, kata Budi, Sabtu (13/7/2019).
Dari ratusan bunga dagangannya, hanya beberapa saja yang tidak tertelan lumpur. Beberapa bunga itu kini dipajang di depan teras papan Huntara Ranggulalo. Jika ada yang berniat membeli bunganya, dengan senang hati ia akan melayani. Beberapa hari pasca bencana, Budi akhirnya menjadi pengangguran. Tak ada lagi uang di kantongnya.
Dompet yang berisi sejumlah kartu penting seperti Kartu Tanda Penduduk dan sejumlah uang turut tenggelam bersama bunga- bunga hias lainnya. Akhirnya budi pasrah. Baca juga: 4 Fakta Baru Gempa Sulteng, Sigi Diterjang Banjir Lumpur hingga Nasib Ijazah IAIN Palu Modal usaha Hingga suatu hari temannya bernama Ade Imran mengajaknya mencari ikan di kolam.
Ya, di Kabupaten Sigi, matapencaharian masyarakatnya rata-rata adalah bertani dan memelihara ikan air tawar. Kebetulan pascabencana banyak kolam ikan yang akhirnya jebol. “Jadi dia ajak saya cari ikan. Kata kawanku pemiliknya mau memberikan ikan-ikan itu ke pengungsi dan kami nanti dia kasih ikan juga,” ujar Budi.
Nah, dari pekerjaan itu, Budi dan Ade menerima bayaran satu karung berisi ikan mas maupun ikan mujair. Keduanya pun membaginya. Ikan-ikan tersebut kemudian dijual ke pengungsi. Budi berkeliling ke pengungsian. Baca juga: Banjir Lumpur Hantam Pengungsi Korban Gempa di Sigi Karena kondisi serba terbatas saat itu, Budi menerima saja jika ada yang menawar ikannya dengan harga murah.
Hingga akhirnya ia bisa mengumpulkan uang sebesar Rp 300.000. Hasil penjualan ikan itu kemudian dibelikan berbagai kebutuhan dapur. Budi kemudian berjualan di depan huntara Ranggulalo. “Alhamdulillah dari modal Rp 300.000 itu sekarang sudah berkembang,” katanya sambil tersenyum Di situasi yang serba sulit saat ini, ia tidak mau hanya menunggu bantuan dari pemerintah. “Kita harus semangat, Allah marah kalau kita berputus asa terus,” pesannya.(kompas.com)