
Gula menjadi komoditas yang menjadi sorotan belakangan ini. Gula yang menjadi kebutuhan masyarakat untuk mengolah berbagai makanan dan minuman kini sedang mengalami kenaikan harga. Khususnya di wilayah gorontalo, Harga gula pasir lokal harian di pasar modern Gorontalo menjadi yang termahal se-Indonesia dengan harga jual Rp 21.500 rupiah per kg. Dibandingkan sebulan lalu, harga gula pasir lokal di provinsi ini lebih tinggi. Sebelumnya tercatat pada angka 12.000 rupiah per kg. Di pasar modern Papua Barat, harga gula pasir lokal mencapai Rp 19.500 per kilogram, menjadi yang kedua tertinggi di dalam negeri. Di peringkat ketiga, harga gula pasir lokal di Maluku sebesar Rp 19.000 per kilogram, di Aceh sebesar Rp 18.350 per kilogram, dan di Sulawesi Tengah sebesar Rp 18.150 per kilogram. Selain stoknya yang langka di pasaran, harganya juga melesat.
Hal ini tak hanya terjadi di toko offline tapi juga di toko-toko ritel online.
Berdasarkan pantauan CNNIndonesia.com, harga gula kristal putih premium merek Rose Brand dipatok Rp22.800 per kilogram (kg) di toko online Shopee.
Penyebab kenaikan harga gula di tingkat konsumen menurut Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen, karena ketersediaannya yang kurang, ditambah pemerintah tidak memiliki stok atau cadangan gula nasional. Setiap kali impor pun pemerintah ternyata tidak menyisihkan simpanan stok gula untuk cadangan. Akibatnya, saat harga gula tengah bergejolak seperti saat ini pemerintah tidak bisa melakukan intervensi harga
Kalau kita cermati Kenaikan harga gula ini bukan hanya dampak dari ketiadaan cadangan gula nasional beserta kendali di pihak pemerintah, akan tetapi tampak jelas adanya fenomena permainan harga. pedagang (besar) malah jadi begitu mudah menekan pemerintah sehingga berperan lebih kuat mengendalikan harga gula di pasaran.
Jelas, persoalan gula bukan lagi sekadar stok dan mahalnya harga. Lebih dari itu, ada persoalan sistemis yang turut memengaruhi, yakni kacaunya tata niaga gula di pasaran yang ternyata tersebab intervensi pemodal di tingkat kebijakan politik gula.
padahala kalau kita melihat posisi gula tersebut adalah komoditas yang banyak permintaanya dari masyarakat. Dengan demikian, industri gula sejatinya adalah industri yang efektif dalam meningkatkan pendapatan tenaga kerja dan rumah tangga di wilayah perdesaan. Industri gula juga sangat terkait dengan sumber daya lokal, sehingga dapat dikembangkan sebagai high value commodity bagi pemberdayaan ekonomi rakyat.
Oleh sebab itu, keberadaan industri gula adalah aset ekonomi dan sekaligus sebagai aset sosial yang penting. Realitas ini semestinya membawa konsekuensi bagi pemerintah untuk menjamin ketersediaan gula di pasar domestik dengan tingkat harga yang terjangkau bagi seluruh kelompok pendapatan masyarakat.
Dalam sistem ekonomi hari ini, potensi keuntungan yang dapat dikeruk dari komoditas gula memang sangat tinggi. Belum lagi seputar impor gula yang juga menjadi lahan subur bagi kalangan kapitalis lain yang berperan sebagai importir yang tentu memperoleh rente impor ketika kebutuhan gula nasional mengandalkan impor.
Semua itu jelas berbeda dengan tata niaga gula berdasarkan ideologi Islam. Islam memahami bahwa gula adalah salah satu bahan pangan pokok yang menjadikannya komoditas strategis. Negara yang menerapkan aturan islam akan mengurus gula sebagai bagian dari urusan masyarakat secara keseluruhan.
Rasulullah saw. bersabda, “Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad).
Negara berperan menjamin terpenuhinya kebutuhan gula rakyat, baik skala rumah tangga maupun industri, sekaligus menjamin ketersediaannya. Negara akan memastikan pelaksanaan aspek hulu hingga hilir industri gula, yakni pengelolaan pertanian tanaman tebu serta jaminan peremajaan dan pembangunan pabrik gula.
Negara juga memfasilitasi riset teknik produksi gula. Jika memang ada tanaman selain tebu yang juga berpotensi menghasilkan gula, Khilafah tentu akan mendorong riset di sektor ini. Begitu pula riset medis dan nutrisi terkait konsumsi gula per individu. Penting bagi negara untuk memastikan gula tidak hanya berakhir sebagai kambing hitam penyakit.
Selanjutnya, Negara yang menerapkan aturan islam memastikan kecukupan stok dalam negeri dan pada saat yang sama mengerem arus ekspor untuk sementara. Jika harga gula mahal, negara berperan mengawasi rantai pasok. Jangan sampai ada pedagang-pedagang nakal yang memainkan harga, melakukan penimbunan, bahkan monopoli yang bisa menyebabkan mahalnya harga gula.
Negara juga bisa mengambil langkah berupa subsidi kepada industri maupun rumah tangga rakyat, agar mereka mampu membeli/menstok gula sesuai kebutuhan. Andai memang memerlukan impor gula, negara tentu harus memastikan sifatnya sementara sehingga impor tidak menjadi basis kebutuhan gula di dalam negeri. Wallahu alam.(*)