Oleh: Karmila Napu, S.Pd/ Pendidik
Dalam beberapa bulan terakhir, kasus kekerasan antar pelajar terjadi diberbagai tempat, bahkan di lingkungan sekolah. Peristiwa berulang ini telah menjadi perhatian publik. Siswi SD berusia 11 tahun di Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo, diduga menjadi korban perundungan atau bullying oleh 5 teman laki-lakinya. Korban juga diduga mengalami tindak pelecehan di dalam kelas. (detiksulsel.com)
Disisi lain PJ Gubernur Rudy menyampaikan sampai bulan Oktober 2024 tidak sedikit terkait kekerasan di sekolah, mencakup kasus perundungan, pelecehan sampai tindakan kekerasan lainnya. Ini tentu menjadi peringatan bagi semua agar lebih serius untuk membuka ruang diskusi dan melakukan mitigasi agar kejadian serupa tidak terjadi lagi. Sementara secara nasional, survei terbaru menunjukkan bahwa satu dari lima siswa di Indonesia pernah mengalami kekerasan fisik maupun verbal di sekolah. (BeritaGorontalo.com)
Data kasus perundungan
Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh berbagai lembaga seperti KPAI, FGSI, UNICEF, dan PISA, masalah perundungan di Indonesia masih menjadi perhatian serius. Pada tahun 2023 saja, KPAI mencatat 87 kasus perundungan hanya dalam waktu delapan bulan pertama. Sementara itu, FGSI melaporkan 30 kasus perundungan di satuan pendidikan. Survei UNICEF juga menunjukkan angka yang mengkhawatirkan, yaitu 45% anak-anak di Indonesia pernah mengalami cyber bullying. Studi PISA 2018 semakin menguatkan temuan ini dengan menunjukkan bahwa lebih dari 40% pelajar Indonesia pernah menjadi korban perundungan.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh JPPI menunjukkan bahwa kekerasan di sekolah menjadi masalah serius pada tahun 2024. Dari data yang dikumpulkan, ditemukan 293 kasus kekerasan hingga September, dengan rincian: 42% kekerasan seksual, 31% perundungan, 10% kekerasan fisik, 11% kekerasan psikis, dan 6% kebijakan sekolah yang bersifat kekerasan. BPS juga mencatat, persentase siswa yang mengalami perundungan pada tahun 2022 berdasarkan provinsi. Hasilnya, provinsi dengan persentase terbesar terkait siswa yang mengalami perundungan, ada pada Provinsi Gorontalo untuk kelas 5 SD/sederajat (31,88%), Maluku untuk kelas 8 SMP/sederajat (38,10%), dan Maluku Utara untuk kelas 11 SMA/sederajat (27,74%). Selain itu pada publikasinya di tahun 2021, BPS juga mencatat bahwa persentase siswa laki-laki kelas 8 dan kelas 11 yang mengalami perundungan lebih tinggi daripada siswa perempuan.(BPS.com)
Tentu angka diatas hanyalah yang terlapor dan didapati, belum dengan yang tidak terlapor. Sungguh miris dan mengangkan data kasus diatas.
Upaya pencegahan
Sebagai upaya pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan pendidikan, beberapa tahun yang lalu Kementerian Pendidikan telah menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 46 Tahun 2023. Peraturan ini dilaksanakan secara kolaboratif dengan 8 kementerian dan lembaga lain, termasuk pembentukan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan. Kolaborasi dalam menjalankan peraturan ini melibatkan Kementerian Agama, Dalam Negeri, Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta lembaga-lembaga seperti KPAI, Komnas HAM, dan Komnas Disabilitas. Sebagai pelengkap, Kemendikbudristek juga menjalankan Program Roots Indonesia yang fokus pada pencegahan perundungan melalui kampanye dan peningkatan literasi terkait PPKSP.
Dan belum lama ini Prof. Mu’ti menanggapi maraknya kasus perundungan yang dilakukan oleh siswa sehingga mengusulkan penambahan jumlah guru bimbingan konseling. Selain itu, beliau juga berinisiatif untuk memberikan pelatihan kepada seluruh guru, termasuk guru mata pelajaran, agar memiliki kemampuan dalam menangani kasus perundungan dan menanamkan nilai-nilai positif pada siswa. Menurut Prof. Mu’ti, peran guru BK bukan hanya dalam mendisiplinkan siswa, tetapi juga membantu mereka mengembangkan bakat dan minat sejak usia dini.
“Untuk 2025, kami telah merencanakan pengangkatan tambahan guru BK serta pelatihan khusus bagi guru yang sudah bertugas, termasuk guru kelas, dalam bidang bimbingan konseling,” ujarnya. Data ABKIN tahun 2023, Indonesia membutuhkan tambahan 242.000 guru bimbingan konseling untuk memenuhi kebutuhan siswa. Tentu Sebagian beranggapan ini adalah Solusi dari masalah perundungan. Namun, Apa benar demikian ? jika tidak. Lantas apa penyebab masalah akarnya ?
Akar Masalah
Sadar nggak sadar, anak itu peniru ulung tentu banyak factor penyebabnya, misal : media yang tidak terfilter kontennya, lingkungan yang tidak baik, masalah pengasuhan orangtua, geng sekolah dan perilaku yang sudah membudaya . Pastinya kasus ini membutuhkan penanganan secara serius dan sistemis.
Kasus demi kasus yang semakin meningkat, dan pelakunya bisa siapa saja yang ini menandakan program yang lakukan belum menyentuh masalah yang sebenarnya. Benar, sudah banyak yang melakukan upaya untuk mencegah kasus yang demikian meningkat. Tapi, tak bisa menutup mata. Jika ditelisik akar permasalahan munculnya tindakan tersebut sejatinya adalah adanya kooptasi pemikiran serba bebas (liberal dan permisif) pada diri pelaku. Ini menunjukkan bahwa pelaku tidak memiliki standar berpikir benar atas perbuatannya sehingga yang menjadi output pemikirannya justru berupa tindakan perundungan. Sejujurnya, tegaknya sistem sekuler justru adalah satu-satunya faktor penumbuh subur munculnya pemikiran yang salah terhadap kehidupan bagi tiap individu yang bernaung di dalamnya. Tidak heran, jika berbagai upaya pencegahan dan penanggulangan perundungan yang diproduksi oleh sistem yang sama, juga tidak akan pernah mampu mengatasi perundungan itu sendiri. Ini karena hal yang itu ibarat solusi “gali lubang tutup lubang”. Akibatnya, perundungan tidak akan pernah selesai tuntas.
Pendidikan Islam Solusi Solutif
Konsepsi Islam (Islamic thought)meliputi akidah Islam dan syariat yang berfungsi sebagai solusi atas berbagai problem kehidupan manusia; baik yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Allah, seperti ibadah, dan hubungan manusia dengan sesamanya, seperti ekonomi, pemerintahan, sosial, pendidikan dan politik luar negeri, maupun hubungan manusia dengan dirinya sendiri, seperti akhlak, makanan dan pakaian. Maka, selain hukum-hukum tersebut, akidah Islam merupakan konsepsi Islam.
Secara paradigmatik, pendidikan harus dikembalikan pada asas Islam. Dalam pendidikan Islam, aqidah Islam menjadi dasar penentuan arah dan tujuan pendidikan, penyusunan kurikulum dan standar nilai ilmu pengetahuan serta proses belajar mengajar, termasuk penentuan kualifikasi guru serta budaya sekolah yang akan dikembangkan. Paradigma pendidikan yang berasas Aqidah Islam harus berlangsung secara berkesinambungan pada seluruh jenjang pendidikan yang ada, mulai dari TK hingga Perguruan Tinggi. Sementara orientasi keluaran (output) dari pendidikan itu tercermin dari keseimbangan pada ketiga unsurnya, yakni: pembentukan kepribadian Islam (Syakhshiyyah Islamiyyah), penguasaan tsaqafah Islam dan ilmu-ilmu kehidupan (iptek dan keterampilan).
Tujuan pendidikan adalah suatu kondisi yang menjadi target dari proses-proses pendidikan termasuk penyampaian ilmu pengetahuan yang dilakukan. Tujuan pendidikan menjadi panduan bagi seluruh kegiatan dalam sistem pendidikan. Sebagaimana telah dikemukakan di muka, tujuan pendidikan dalam Islam adalah untuk membentuk manusia yang berkarakter, yakni 1. berkepribadian Islam, 2. menguasai tsagafah Islam, 3. menguasai ilmu kehidupan (sains teknologi dan keahlian) yang memadai. Pada prinsipnya ada tiga langkah metode pembentukan dan pengembangan kepribadian Islam. Pertama, menanam-kan aqidah Islam dengan metode yang menggugah akal, menggetarkan jiwa dan menyentuh perasaan. Kedua, mendorong untuk senantiasa menegakkan bangunan cara berpikir dan perilakunya di atas aqidah dan syariah Islam yang telah menghunjam kuat dalam hatinya. Ketiga, mengembangkan kepribadian dengan cara bersungguh-sungguh mengisi pemikiran dengan tsagafah Islamiyyah dan mengamalkannya dalam seluruh aspek kehidupannya dalam rangka melaksanakan ketaatan kepada Allah SWT. Ke sanalah pendidikan diarahkan. Pendidikan harus mampu menanamkan aqidah Islam, cara berfikir yang Islam.
Dan terciptanya konsep Pendidikan islam tidak lain jika negara mengkaji serius system Pendidikan islam secara kaffah tanpa dan ini pastinya membutuhkan peran dari negara sebagai pengurus dan pelayan rakyat.(*)