Oleh: Dr. H. Abdul Wahid, MA – (Akademisi dan Muballigh Makassar)
Debat kandidat para calon kepala daerah adalah bagian dari salah satu tahapan Pilkada serentak yang telah ditetapkan oleh KPUD Provinsi dan Kabupaten/kota dan harus diikuti oleh para kontestan.
Hal ini dilakukan untuk memberi kesempatan kepada para paslon untuk menyampaikan visi-misi dan gagasannya secara terbuka dan transparan di depan publik yang dirumuskan dalam bentuk berbagai program kerja jika mereka diberi mandat oleh mayoritas rakyat untuk memimpin daerahnya lima tahun mendatang.
Di sisi lain tujuan diadakan debat kandidat ini adalah untuk melibatkan publik dalam memberi penilaian kepada setiap program kerja dari para paslon, apakah program kerja yang mereka tawarkan tersebut telah sesuai dengan harapan dan mampu menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat selama ini atau tidak, sehingga ending dari debat ini kemudian akan dapat membantu masyarakat dalam menentukan pilihan politiknya pada tanggal 9 Desember mendatang.
”Debat” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah bermakana; pertukaran pendapat mengenai suatu hal dengan saling memberi alasan untuk mempertahankan pendapat masing-masing.
Dengan demikian, panggung debat ini sejatinya dimanfaatkan oleh para kontestan sebagai salah satu sarana untuk beradu argumen bukan sentimen, beradu gagasan bukan saling menjatuhkan, agar dapat memberi edukasi politik kepada masyarakat.
Agama sendiri memberi petunjuk bahwa perdebatan ini harus dalam kerangka “Wajadilhum billati Hiya Ahsan”, (QS. an Nahl: 125). Artinya “berdebatlah dengan cara terbaik”, yakni dengan menghindari penggunaan narasi atau kata-kata kasar menyerang lawan politik, dan senantiasa mengacu pada data yang valid sehingga bebas dari hoax.
Hal ini semua dapat terwujud dengan baik, apabila para kontestan lebih mengedepankan semangat persaudaraan sesama anak bangsa dibandingkan kepentingan dan persaingan politik yang sifatnya sesaat, “Seorang mukmin dengan mukmin lainnya seperti satu bangunan yang tersusun rapi yang satu bagian menguatkan bagian yang lain”. (HR. Bukhari, Muslim).
Bukankah demokrasi memberikan ruang kepada setiap warga negara secara bebas dalam menentukan pilihan politiknya tanpa ada tekanan dari pihak manapun, baik tekanan secara langsung maupun tidak langsung.
Kalau demikian adanya, maka diperlukan kesadaran kolektif kita semua sebagai bangsa, untuk terus membangun sinergi dan komunkasi yang intensif dengan pihak-pihak yang terkait khususnya jajaran Polri, agar benar-benar seluruh tahapan Pilkada bisa berjalan dengan baik dan aman, sehingga kondisi kamtibmas khususnya di kota Makassar bisa tetap terawat dengan baik. Hal ini semua didasari dengan sebuah jargon #Perbedaan pilihan politik bukanlah alasan untuk merusak persaudaraan dan persatuan. (*)