Penulis: Nurfajri Aulia / Aktivis Muslimah
Pada kamis (18/1/24) terjadi aksi pembunuhan yang dilakukan seorang wanita pada anak perempuan usia 8 tahun. Pembunuhan dilakukan dengan memotong bagian leher korban hingga kepala terpisah dari tubuhnya. Setelah diselidiki ternyata motif pelaku adalah untuk mencuri perhiasan emas yang dikenakan korban, kemudian hasil penjualan tersebut dibelikan handphone dan keperluan laninnya. Bolaang Mongondow, KOMPAS.TV.
Kejadian pembunuhan anak semacam ini sejatinya bukan pertama kalinya terjadi, melainkan sudah berulang kali terjadi di beberapa daerah dengan motif yang sama, yaitu demi mendapatkan uang. Awal tahun 2023 di bulan januari lalu juga terdapat kasus serupa, bedanya di tahun lalu adalah karena iming-iming harga penjualan ginjal yang tinggi. Karena itu hal ini sangat membutuhkan tindakan hukum yang serius dan tegas dari pemerintah serta aparat hukum.
Namun, sejauh ini masyarakat belum melihat akar persoalan dari masalah yang terjadi dengan jeli. Masyarakat seringkali hanya melihat yang nampak saja dipermukaan, yaitu hanya menyalahkan individu pelaku. Sehingga tidak mampu menyelesaikan persoalan dengan tuntas agar tidak lagi terjadi hal serupa. Karena itu sangat penting untuk menelaah persoalan hingga akarnya bukan hanya yang nampak saja.
Lantas, apakah akar persoalan yang dimaksud?
Mari telusuri dulu persoalan cabangnya, 4 persoalan cabang :
Pertama, banyaknya kebutuhan hidup yang harus dipenuhi disamping krisis kemiskinan yang kini melanda negeri, melahirkan berbagai tindakan pencurian dan kejahatan lainnya.
Kedua, tumbuh suburnya budaya konsumtif (keinginan untuk memenuhi gaya hidup). Budaya ini memberikan arti kehidupan pada masyarakat bahwa ‘hidup adalah untuk bersenang-senang’. Hingga timbul slogan ‘hidup demi gengsi’ ini menimbulkan keinginan untuk memenuhi gaya hidup dengan berbagai cara. Budaya yang sejatinya berasal dari barat dan ditanamkan oleh barat pada berbagai negeri khususnya negeri-negeri kaum muslim.
Ketiga, minimnya pembinaan agama dalam diri individu pelaku maupun masyarakat. Mengingat pendidikan hari ini (sekolah hingga universitas) dan keluarga sangat jauh dari ajaran-ajaran agama. Karena itu, wajar banyak generasi sekalipun yang berpendidikan tinggi sangat mudah untuk melakukan tindak kejahatan.
Keempat, abainya peran negara terhadap jaminan keselamatan rakyat. Terbukti, berapa banyak kasus penjualan anak, dan kasus penjualan organ tubuh hari ini? Berapa banyak kasus pembunuhan anak hari ini?. Sejauh ini kasus yang menghilangkan nyawa manusia justru tidak mendapat perhatian khusus oleh negara. Ditindaki hanya ketika sudah terjadi, namun tidak ada penanganan serius agar kejadian semacam ini tidak terjadi.
Inilah Akar Masalahnya
Hari ini kehidupan masyarakat diatur oleh sistem kehidupan sekularisme kapitalisme, sekularisme artinya memisahkan agama dari kehidupan, bahkan tidak membolehkan agama mengatur negara. Kapitalisme sendiri dalam bahasa arab adalah الرأسمالية (alra’sumaliyah), ro’su artinya kepala, maliyah artinya uang, yang berarti ‘kepala uang’.
Sederhananya, akibat sistem ini masyarakat juga negara menjadi berpemahaman bahwa kehidupan tidak boleh diatur oleh agama, agama cukup menjadi urusan individu dalam ibadah ritual semata. Serta memiliki pemahaman bahwa segala kehidupan itu adalah tentang uang (Materialistis). Sehingga menjadikan seseorang menilai segala sesuatu dengan uang, buah pikirnya hanyalah tentang uang dan kekayaan. Padahal cara pandang seperti ini adalah batil dan dapat berakibat fatal bagi jiwa setiap insan.
Inilah yang menjadikan individu maupun masyarakat mudah mengalami kegelisahan dan kesemrawutan hidup, serta mudah melakukan berbagai tindakan demi memenuhi gaya hidup tanpa memandang halal haram. Karena cara pandang kehidupan yang batil di dasarkan pada sekularisme kapitalisme yang berasal dari para pemikir filsafat barat.
Inilah Aturan Shahih Dari Sang Pencipta
Saatnya meninggalkan aturan batil dan saatnya kembali pada aturan shahih yang berasal dari sang pencipta dan pengatur kehidupan, yaitu Allah swt. Dialah yang menciptakan, menghadirkan buku panduan hidup manusia ( Al-Qur’an ), serta dialah yang menghidupkan dan mematikan. Alamiahnya pencipta adalah yang paling tau tentang ciptaannya.
Maka sangatlah mengherankan jika ciptaan mengatur ciptaan, seperti manusia yang juga membuat aturan hidup untuk manusia. Yang terjadi tentu hanyalah kerusakan dan kekacauan hidup seperti yang kini melanda negeri.
Islam menjelaskan bahwa fitrah manusia adalah berkasih sayang, namun apabila fitrah tersebut tidak ditempatkan sesuai syari’at akan menghasilkan perbuatan menyimpang.
Karena itu, dalam kepemimpinannya Islam mewajibkan setiap jenjang pendidikan berdiri diatas pondasi Aqidah Islam, dengan tujuan pendidikan untuk membentuk insan yang memiliki pola pikir dan pola sikap sesuai syari’at. Tujuan pendidikan dalam Islam bukan hanya untuk mencetak pribadi yang cerdas akademik, tetapi juga berakhlak mulia. Model pengajaran Islam kaffah dapat menghindarkan dari perilaku maksiat dan perilaku menyimpang. Pemahaman Islam kaffah juga dapat menjadi benteng bagi diri agar tidak mudah terpengaruh oleh berbagai pemahaman batil yang jelas bertentangan dengan Islam, seperti halnya pemahaman filsafat barat.
Adapun selama kepemimpinan Daulah Islamiyah yang berdiri selama 1300 tahun/13 abad lamanya, sangatlah minim terjadi kasus pencurian dan pembunuhan bahkan selama berdirinya kasus yang terjadi hanya sekitar 200 kasus. Ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya:
Konsep pendidikan dan pemerintahan yang berasas pada kaidah Islam, dalam kepemimpinan Islam masalah ekonomi sangat diperhatikan. Rakyat tidak hanya dijamin kebutuhan perutnya namun juga diberikan akses lapangan pekerjaan yang layak hingga kebutuhan tercukupi.
Bahkan Islam di masa kejayaannya disebut golden age, negara yang tidak hanya maju secara ekonomi, namun juga pendidikannya.
Islam juga memiliki struktur hukum pemerintahan yang luar biasa, yang tidak hanya menghukumi tapi juga mencegah terjadinya perbuatan menyimpang, seperti pencurian, pembunuhan, dan tindak kriminal lainnya telah diatur dalam Al-qur’an, hadits, dan hukuman yang belum jelas ditentukan oleh Qadhi/hakim berdasarkan telaah Al-qur’an, hadits, juga pendapat para sahabat.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa masalah pembunuhan pada anak tidak bisa hanya menyalahkan individu atau kelompok, tapi terdapat faktor-faktor yang mendorong hal tersebut terjadi dan hal ini sesungguhnya menjadi tanggung jawab besar negara.
Namun, asas pemerintahan yang batil menjadikan para pemimpinnya menjadi tidak becus dalam mengurusi kepentingan-kepentingan rakyat. Terlebih karena aturan pencipta tidak lagi digunakan dalam kehidupan bernegara.
Karena itu, saatnya kembali pada fitrah aturan Islam yang shahih dari Sang Pencipta Allah Swt. sebagai pengatur segala urusan kehidupan.(*)