Oleh : Mona Fatnia
Aturan yang benar sejatinya tak meyokong berbagai pendukung lain yang fungsinya hanya menghadirkan kerusakan lagi ketidakadilan. Apalagi yang dijejal adalah mereka yang masih tak paham esensi dari pada perlindungan, sementara berbagai kebijakan seringnya dikeluarkan atas dasar kepentingan rakyat. Lalu pentingnya dimana, ketika aturan yang ada malah balik membui mereka yang tak bersalah, padahal kebebasan berekpresi dipersilahkan seperti yang dikata oleh penguasa, tapi makin kesini hukum dijadikan alat negara untuk mengontrol segalanya. Apakah solusi hak asasi manusia untuk semua adalah jalannya ?
HAM : Standar Ganda Barat
Ketika ketidakadilan terjadi pada semua elemen masyarakat, maka segalanya akan terasa sia-sia dan bias saja. Apalagi yang dijejal adalah hak bagi setiap manusia secara menyeluruh untuk mendapatkan keadilan yang merata. Sedang hukum yang dinaunginya tak mampu melerai segala bentuk kebiadabannya.
Dunia menjadikan HAM sebagai standar dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi di dunia. Namun bagi seorang muslim, HAM adalah prinsip yang salah, karena menjadikan manusia bebas tanpa aturan, sementara fitrah manusia adalah lemah.
Setara Institute Bersama Internasional NGO Forum on Indonesia Development (INFID) yang mengungkap skor indeks HAM Indonesia Tahun 2023 yang mengalami penurunan menjadi 3,2 dari sebelumnya 3,3. Skor rata-rata untuk seluruh variable adalah 3,2 yakni turun menjadi 0,1 dari tahun sebelumnya yang skornya berada pada 3.3.
Setara mengungkapkan bahwa Presiden Joko Widodo memiliki kinerja paling buruk dalam melindungi dan memenuhi hak warga atas tanah dan kebebasan berpendapat. Ini sejalan dengan kepemimpinan dari tahun 2019 yang tak pernah mencapai skor indeks HAM di angka 4, karena selama menjabat skor yang ada hanya mampu mencapai di angka 3,3. (CnnIndonesia,10-12-2023).
Berbagai pelanggaran HAM yang sering melangar adalah yang membuat aturan, sejatinya hanya melahirkan kecatatan pada konstitusi yang dipegang, apalagi berbagai pelanggaran terus terjadi tanpa menimbulkan rasa risih yang tak berkesudahan. Mengingat Hari HAM sedunia sering di peringati pada 10 Desember, namun nyatanya hal itu tak bisa menghentikan kasus kejahatan terhadap kemanusiaan dan penengakan hukum yang masih jauh dari harapan.
Berbagai fakta dalam negeri tak pernah hilang dari ingatan, ketika HAM diperjuangkan oleh para korban yang merasakan ketidakadilan, misalnya 12 kasus pelanggaran HAM berat hingga kini belum ada titik terang untuk diselesaikan.
Kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di masa lalu, sejatinya seperti penyakit yang terus menggerogoti tubuh, meski telah diobati tapi tak pernah sembuh, obat yang ada hanya memberikan efek untuk menahan sakit, sedang menyembuhkan tak ada. Negara harusnya mengusut tuntas dan mengadili pihak-pihak yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM tersebut. Namun hal itu seperti menunggu tumbuhnya rumput ditengah padang pasir.
Bukan itu saja, melihat tahun-tahun sebelumnya, nyatanya pelanggaran HAM tak pernah diadili, bahkan ditindak seadil-adilnya oleh aparat hukum. Menurut Amnesti Internasional Indonesia berbagai pelanggaran HAM terus terjadi di Indonesia, misalnya Penggunaan gas air mata oleh aparat hukum di Stadion Kanjuruan, Malang, Jawa Timur, pada Oktober 2022 yang menewaskan 35 orang dan mencederai 433 orang lainnya, bukan itu saja kejadian yang belum lama terjadi di Rempang antara warga yang menolak proyek Eco City di Rempang, aparat hukum dengan seenaknya menggunakan kekuatan dengan menembakkan Meriam air dan gas air mata ke arah masyarakat hingga menyebabkan puluhan siswa sekolah dilarikan ke rumah sakit karena insiden sampai akhirnya situasi bergulir menjadi kerusakan.
Secara garis besar saja, HAM sendiri sangat dijunjung tinggi oleh dunia internasional, hingga Majelis Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada 1948 menetapkan 10 Desember sebagai Hari Hak Asasi Manusia (HAM), saat ini pun PBB mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaratioan of Human Rights/UDHR). Namun segala pengakuan terhadap HAM tak menjamin terwujudnya keadilan bagi setiap umat manusia, justru yang didapat adalah diskriminasi dan hukuman.
Maka sebenarnya HAM ini hanyalah sebuah omong kosong yang dihadirkan untuk membungkam berbagai kasus yang didalamnya ada campur tangan penguasa. Tentu hal itu tak lepas dari beberapa hal ; Pertama, Sistem Demokrasi yang dipakai hari ini sejatinya melahirkan kecacatan dalam penetapan hukum dan aturan yang lebih banyak menyerang rakyat dari pada para penguasa. Kedua, Kesewenangan para penguasa dengan kebijakan sakit yang dibuat, sehingga memicu rakyat untuk melawan pemerintah meski akhirnya harus di penjara bahkan sampai dihilangkan nyawanya.
HAM sendiri adalah hak yang dimiliki setiap orang tanpa adanya diskriminasi apapun, seperti hak kebebasan berpendapat, beragama, untuk berkumpul, untuk melindungi diri dari diskriminasi dan peradilan yang adil. Namun dilapangan, teori tersebut hanyalah sebuah omong kosong yang hanya dijadikan hiasan ketika berpidato didepan mimbar. Sementara HAM sendiri yang melanggar paling banyak adalah para penguasa yang menciptakan Hak Asasi Manusia tersebut.
Melihat peta jalan dari penerapan HAM hari ini hanyalah botol kosong yang dalamnya tak pernah diisi apapun, kosong meski bertahun-tahun diperbarui wadahnya. Perjuangan pun untuk menegakkan HAM hanyalah kesia-sian, menginggat banyak aktivis-aktivis yang justru menelan pil pahit menjadi tersangka yang harusnya kasus yang mereka usut diadili, tapi malah berbalik mereka yang diadili. Apakah ini yang dinamakan Hak Asasi Manusia?
Ini menyasar pada negara barat sendiri yang sering menyerukan HAM tapi nyatanya justru menjadi pelanggar HAM paling unggul, misalnya serangan AS ke Irak dan Afganistan yang sekiranya paling banyak melanggar hak jutaan manusia disana. Hipokrisi ini menjadi tak terbantahkan bahwa HAM hanya sebagai alat untuk dipakai menyerang kepada yang lemah tanpa memiliki kuasa apapun untuk membela.
Mengingat penerapan HAM dalam kehidupan akan bertabrakan dengan kepentingan orang lain, sehingga persoalan tak kunjung selesai, bahkan menyimpan bahaya pada masa yang akan datang. Maka keadilan yang diharapkan para korban tak pernah diindahkan oleh para penguasa, semua hanyalah omong kosong yang terus digaung-gaungkan.
Mengingat ide HAM didasarkan pada kebebasan yang menyebabkan standar ganda pada penerapannya. Wajar bila ide ini semrawut tak berpola, karena sejatinya standar ganda yang di buat barat ini hanya berfungsi ketika pemiliknya (AS dan sekutunya) melakukan pelanggaran dan kekerasan, misalnya standar ganda yang mereka pakai demi membela Israel hari ini, nyatanya sungguh kebiadaban yang tak bisa diampuni. Namun segala hukum dan aturan yang menaungi HAM hari ini tidak ada berefek apapun bagi mereka.
Hiprokrisi barat hari ini telah banyak memakan korban tak berdosa, yang kesemuanya lahir dari ide yang asalnya dari sekulerisme yang sangat mendewakan kebebasan, asasnya adalah manfaat. Wajar bila sangat bertentangan dengan akidah Islam. Sebab standar ganda ini digunakan untuk mengontrol dan menghukum kepada mereka yang tak sejalan dengan pembuatnya terlebih yang membuka fakta-fakta kebohongan yang selama ini dikubur dengan rapi.
Dengan demikian, penerapan HAM yang sering di gaung-gaungkan sebagai solusi keadilan bagi dunia hanyalah omong kosong yang terus diimpikan, mengingat para penguasa hari ini lebih banyak bersembunyi dibalik HAM dan menutup mata dan telinga ketika ada pelanggaran yang terjadi. Pun solusi ini bertabrakan dengan kepentingan orang lain yang masing-masingnya lebih mengutamakan haknya dari pada orang lain. Akibatnya, persoalan yang terjadi tak kunjung selesai dan malah menimbulkan rantai kebinasaan baik antara individu atau kelompok.
Karena standar ganda ini sejatinya hanya menjadi alat pukul barat terhadap negeri muslim yang dianggap tak sesuai dengan visi-misinya. Semua yang mereka ciptakan adalah untuk memperoleh keuntungan, pun HAM sendiri adalah wadah yang dibuat untuk menciptakan kemaksiatan berjamaah, dengan asasnya kebebasan yang membuat setiap manusia bebas memilih tanpa ada aturan yang membatasi.
Islam Wujud dari Perbaikan
Segala kerusakan yang terjadi adalah sebab dari kebebasan tanpa sekat, yang semuanya dikontrol oleh manusia dan ditetapkan oleh manusia. maka akan berwujud pada ketidakadilan. Ini pun bersumber pada HAM yang hari ini didewakan oleh mereka yang mengharapkan keadilan, tapi keadilan seperti apa yang diperjuangkan, sementara fakta dilapangan tak berkata demikian dalam penerapannya.
Islam sendiri adalah jalan bagi terwujudnya keteraturan hidup, Islam menetapkan semua perbuatan terikat hukum syara. Dan dengan penerapan Islam secara kaffah hak dasar manusia akan terpenuhi begitu juga terpenuhinya maqasid syariah sehingga manusia dapat hidup tenang. Karena Sistem Islam memberikan seperangkat aturan yang tujuannya untuk mewujudkan syariat berupa penjagaan, yaitu penjagaan jiwa, harta, agama dan keturunan. Kesemuannya adalah fitrah pada diri manusia.
Sebab Islam sangat menjamin terwujudnya perbaikan melalui hukum yang ada didalam Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijmak sahabat, dan kias. Dengan adanya syariat segala hukum-hukum perbuatan dibarengi sanksi yang adil bagi para pelanggarnya. Maka dengan cara sederhana inilah, Islam memanusiakan manusia. Berbeda dengan Barat yang paling depan dalam berkoar-koar soal keadilan masalah hak asasi, tapi memiliki standar ganda dalam implementasinya, parahnya lagi adanya perang pemikiran dibalik itu semua.
Sejarah memberikan bukti ketentraman hidup dalam naungan sistem Islam selama puluhan abad menaungi dunia, yang terbukti mampu menjamin keamanan dan kesejahteraan masyarakat global. Seperti yang disampaikan oleh Will Durrant Tahun 1885-1981, yang merupakan sejarawan Barat terkemuka, “ Agama (Ideologi) Islam telah menguasai hati ratusan bangsa dari negeri-negeri yang terbentang mulai dari Cina, Indonesia, India, hingga Persia, Syam, Jazirah Arab, Mesir sampai Maroko dan Spanyol ”. Wallahualam bissawab. (*)