Oleh: Dr. H. Abdul Wahid, MA
(Muballigh dan Akademisi Makassar)
Jajaran Polda Sulsel telah berhasil mengungkap motiv pembunuhan yang berujung dengan pembakaran mayat di Kab. Maros beberapa hari lalu. Pembunuhan ini terbilang sadis karena setelah korban dibunuh kemudian dibakar tanpa ada rasa kasihan sedikit pun terhadap korban.
Menurut Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol E. Zulpan, kasus pembunuhan tersebut untuk sementara melibatkan 9 orang remaja yang diketahui teman korban, hal ini dipicu oleh adanya kecemburuan atau cinta sesama jenis.
Kasus pembunuhan yang dipicu oleh hubungan asmara di kalangan remaja kerap terjadi di kota Makassar dan daerah lainnya di Sulawesi Selatan. Tercatat paling tidak tiga tahun terakhir kasus pembunuhan yang dipicu oleh hubungan asmara dan penyimpangan seksual lainnya kerap berujung pada kasus pembunuhan secara sadis.
Sebut saja misalnya kasus kematian yang terjadi pada Sabtu malam 7 Maret 2020 Komang Mugiarta (24) menimpa salah seorang mahasiswa Universitas Bosowa, Kota Makassar, ditemukan tewas gantung diri di kamar kosnya Jalan Kesaaran 1 Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar. Korban meninggal diduga karena depresi berat setelah diputuskan cinta oleh kekasihnya.
Ada lagi kasus yang terjadi pada Desember 2019 salah seorang mahasiswi UIN Alauddin bernama Asmaul Husna (21) ditemukan tewas dalam keadaan terlentang di kamar rumah kerabatnya di Kecamatan Manggala, dan pihak keamanan berhasil mengungkap motiv pembunuhan tersebut, dimana korban dibunuh oleh pacarnya sendiri karena masalah asmara.
Terakhir adalah kasus pembunuhan yang berakhir pembakaran mayat di Kab. Maros beberapa hari yang lalu dan kemudian kasus ini sempat menghebohkan masyarakat Sulawesi Selatan.
Disamping persoalan pembunuhan, ada sejumlah tindak kejahatan lainnya yang kerap melibatkan oknum kelompok remaja misalnya penyalahgunaan narkoba, pencurian, begal, premanisme dan lainnya.
Untuk itu mencermati sejumlah kasus kejahatan tersebut di atas khususnya kasus pembunuhan sadis di Kab. Maros yang dipicu oleh kecemburuan atau cinta terlarang melibatkan usia remaja, sehingga sebagai bangsa membuat kita prihatin.
Di sisi lain, peristiwa pembunuhan sadis tersebut sejatinya dapat dijadikan sebagai momentum yang tepat agar semua elemen bangsa bersinergi dan berkolaborasi dengan pemerintah khususnya jajaran Kepolisian, sehingga berbagai kasus serupa ke depan tidak terulang lagi.
Peran dan perhatian kedua orangtua di rumah dalam memberikan pendidikan dan pengawasan kepada putra-putrinya harus diintensifkan karena pendidikan di dalam keluarga adalah awal dimana seorang anak manusia diperkenalkan nilai-nilai kultural, moral dan spiritual.
Langkah selanjutnya adalah melalui pendidikan formal, mulai tingkat dasar hingga Perguruan Tinggi sangat diharapkan andilnya. Dengan menghadirkan kurikulum pendidikan yang tidak hanya berorientasi pada kecerdasan intelektual, tapi harus diimbangi dengan kecerdasan moral dan spiritual diharapkan menjadi salah satu benteng untuk mencegah kalangan remaja agar terhindar dari berbagai tindakan melanggar hukum.
Demikian pula andil para tokoh agama dan tokoh masyarakat sangat diharapkan untuk lebih proaktif membantu pemerintah, bersinergi dengan jajaran Polri, melalui pesan-pesan moral di setiap kesempatan dan tempat, sehingga potensi terjadinya tindak kejahatan yang melibatkan remaja bisa diminimalisir sejak dini.
Apa yang telah dilakukan oleh pemerintah melalui aparat keamanan khususnya jajaran Polda Sulsel harus didukung dan diapresiasi, namun demikian sekali lagi hal tersebut tidak bisa maksimal tanpa dukungan dari semua pihak.
Hal ini sejalan dengan pesan Nabi saw. dalam salah satu hadisnya, ”Barangsiapa yang melihat suatu kemungkaran di lingkungannya, maka hendaklah ia mencegahnya dengan tangannya, jika tidak bisa maka cegahlah dengan lisannya, jika tidak bisa maka cegahlah dengan hatinya dan yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman” (HR. Bukhari, Muslim).
Mencegah kemungkaran dengan tangan maksudnya melalui kebijakan pemerintah yang ditindak lanjuti oleh aparat Kepolisian, selanjutnya mencegah kemungkaran dengan lisan adalah domain dari tokoh agama, tokoh masyarakat dan semua pihak yang dianggap kompeten dan punya perhatian terhadap masalah kehidupan berbangsa.
Terakhir mencegah kemungkaran dengan hati maksudnya adalah dengan do’a dan kesabaran, sehingga tidak terpancing untuk menghina, membully mereka yang telah melakukan tindak kejahatan baik secara langsung maupun melalui sosial media.
Akhirnya kita berharap, semoga kasus pembunuhan sadis seperti yang terjadi Kab. Maros beberapa hari lalu, ke depan tidak terulang lagi baik di wilayah hukum Polda Sulawesi Selatan maupun daerah lainnya di Indonesia.(*)