Oleh : Mona Mamonto, S.Pd.
Akhir-akhir ini, kenyamanan dan keamanan masyarakat menjadi hal yang sudah sangat langkah, berbagi kasus kriminal dari hulu ke hilir tak pernah henti muncul dimedia masa. Dan kesemuannya itu korbanya adalah masyarakat sendiri. Apakah ini wajar bukan atau ada kesengajaan yang tersembunyi dibaliknya ?
Sekilas tapi tak asing ditelinga, premanisme; kasus lama yang bersemi kembali kepermukaan dengan tampilan yang baru fresh ala-ala anak muda agar tak ketahuan gelagat busuknya. Bentuk premanisme makin kreatif, dulu individual, sekarang berkelompok, bahkan dibungkus melalui ormas, namun tetap saja menciptakan keresahan. Juga tidak menciptakan iklim bisnis yang kondusif.
Melansir dari CNBC pada 9-05-2025, Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi menegaskan aksi premanisme sejatinya berkedok organisasi masyarakat (ormas) yang sudah menciptkan keresahan bagi masyarakat, dan ini tentu sudah menjadi sorotan Presiden Prabowo Subianto. Alhasil Presiden sudah berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dan Kepolisian untuk mencari jalan keluar dengan melakukan pembinaan terhadap Ormas.
Hal ini pun senada yang disampaikan juga oleh Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni, dalam kunjungan kerjanya ke Polda Metro Jaya. Menurutnya aparat harus bergerak cepat menidak berbagai bentuk premenisme, ia pun meminta agar semua kapolres jika sudah menerima informasi bakal ada tawuran, maka langsung saja ditangkap dan ditindak serius. Dan ini berlaku bukan hanya di jakarta saja tapi di seluruh Indonesia, (MetroTv,08-05-2025).
Bak gayung bersambut, melansir dari Kompas, 17-05-2025, polisi menggelar operasi berantas premanisme di Bandara Soekarno-Hatta dan menangkap 16 pelaku,termasuk calo penumpang yang diduga mengkonsumsi sabu. Aksi mereka pun cukup meresahkan, kemudian dilakukan pemeriksaan dari tangan pelaku kami temukan perangkat dan narkoba sabu. Para pelaku pun terdindikasi sebagai calo taksi gelap, calo barang, dan juru parkir liar yang selama ini disebut menganggu ketertiban dan kenyamanan di lingkungan bandara.
Sudah menjadi rahasia umum hari ini ketika sikap arogan yang sering diperlihatkan oleh premanisme dengan label “ormas “ adalah hal biasa yang sudah dilumrahkan oleh berabagai pihak yang memiliki kepentingan, terlebih kepentingan antar pembinis. Artinya iklim bisnis di tanah air yang begitu besar menjadi ladang subur bagi para premanisme untuk menjajakan tajinya kepada para pengusaha, akhirnya bisnis tersebut terganggu dan efeknya adalah kepada masyarakat.
Bahkan banyak kasus-kasus seperti ini yang justru hanya terdiam tanpa ada gerak cepat dari penegak hukum. Aksi premanisme berkedok ormas juga terjadi pada momen menjelang hari raya Idulfitri, yaitu permintaan THR oleh ormas hingga ancaman menyegel pabrik jika tak diberi THR. Parahnya, fenomena seperti ini sudah lama terjadi berulang kali. Jika dulu pemberian THR sifatnya sukarela dari perusahaan yang memberi, kini berubah menjadi keharusan dan pemaksaan dari oknum ormas yang membuat para pengusaha resah dan tidak nyaman. Bahkan, saat ini aksi premanisme telah berkembang dengan menggunakan senjata tajam, seperti tawuran antarkelompok yang membahayakan warga.
Premanisme seperti menjadi aji mumpung bagi orang-orang yang berada dibawah naugannya, hal ini didukung dengan mulai dibentuknya kelompok atau perkumpulan berkedok ormas. Seperti pada fakta sebelumnya, maraknya aksi premenisme makin membuat masyarakat tidak nyaman bahkan terancam nyawanya. Tentu hal ini didasari pada beberapa hal :
Pertama, individunya mencari jalan pintas untuk mendapatkan uang, ini didukung dengan himpitan ekonomi yang sering membuat orang gelap mata dengan melakukan perbuatan kriminal yang malah melanggar hukum, seperti memalak dan mengintimidasi individu atau masyarakat, melakukan pencurian, perampokan sampai yang paling fatal membunuh. Kedua, tidak optimalnya kehadiran negara dalam melakukan pengamanan dan melindungi masyarakat dari kejahatan.
Buah dari Sistem Sekuler Kapitalisme
Fakta premanisme hari ini kian menjamur layaknya benalu pada dahan pohon, ia memakan segala sumber zat tumbuhan hingga akhirnya merusak pohon tersebut. Apalagi pelabelan sebagai ormas dalam ruang lingkup masyarakat, seperti hewan buas yang setiap saat siap memangsa siapa saja. Maraknya premanisme yang meresahkan ini membuat pemerintah turun tangan dan resmi membentuk Satgas Operasional Penanganan Premanisme dan Ormas untuk menangani aktivitas yang menganggu ketertiban umum dan menghambat iklim investasi.
Namun hal ini malah menjadi pertanyaan besar dibenak masyarakat, terlebih keefektivan dari setiap lembaga yang seringnya dibentuk oleh pemerintah sendiri nyatanya sering membuahkan hasil yang nihil dan justru masyarakatlah yang sering kali dirugikan. masyarakat sendiri sudah bisa menilai lebih jauh kemana arah satgas yang nanti akan dibentuk, apakah akan bisa menumpas para premanisme ini tuntas sampai ke akarnya atau malah hanya panas-panas diawal tapi ujungnya tidak ada kejelasan.
Kita melihat fakta bahwa masalah premanisme hari ini tidak bisa dilihat hanya dari satu sisi semata karena ini tentu bukan fenomena dadakan yang muncul begitu saja. Penyebab premanisme adalah cara pandang masyarakat yang dipengaruhi oleh ide Sekulerisme-Kapitalisme. Masyarakat menjadi egois dalam mencapai materi yang mereka tuju.
Sistem kehidupan sekuler kapitaslisme yang memisahkan agama dari kehidupan dalam skala global telah melahirkan kemiskinan, kesulitan hidup, sulitnya lapangan kerja, serta ketimpangan sosial. Kemiskinan sendiri terjadi bukan karena rakyat malas bekerja, tetapi karena kebijakan negara yang tidak memihak kepentingan rakyat. Sistem sekuler kapitalisme menjadikan fungsi negara hanya sebatas regulator dan fasilitator bagi kepentingan pemilik modal. Maka dari sini lahirlah kebijakan prokapitalis dengan mengesampingkan kemaslahatan rakyat. Seharusnya, prioritas negara adalah menjamin kehidupan rakyat, seperti memberi kemudahan akses dan layanan kepada rakyat untuk memenuhi kebutuhan mereka mulai dari harga pangan murah, pendidikan dan kesehatan gratis, lapangan kerja banyak, dan sebagainya. Namun hal itu tak kunjung jua didapat, alih-alih memudahkan urusan rakyat bahkan menjalankan kewajiban tersebut tapi justru hanya memicu tingginya angka kriminalitas, termasuk aksi premanisme.
Ini pun diperparah dengan kesenjangan dari segala aspek, salah satunya ekonomi turut memperparah lonjakan angka kejahatan dan kriminalitas, termasuk premanisme. Kesenjangan ekonomi menimbulkan perasaan tidak puas dan tidak asing di kalangan masyarakat akar rumput sehingga meningkatkan potensi konflik sosial dan kriminalitas. Kesenjangan ekonomi juga dapat menyebabkan stres dan frustasi bagi masyarakat bahwa sehingga meningkatkan potensi perilaku agresif dan kriminal. Pun hukum yang lemah akibat penerapan Demokrasi Kapitalisme, dimana sistem ini memberikan sanksi tebang pilih menjadikan rasa tidak aman bagi warga negara.(Mnews,12-05-2025).
Maka, wajar bila premanisme terus menjamur karena dari dasarnya saja sudah salah aturan dalam menangani setiap perkara-perkara yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak. Akhirnya memunculkan aksi kekerasan, serta perbuatan kriminal yang dilakukan masyarakat tidak lain akibat diadopsi dan diterapkannya sistem sekuler kapitalisme yang divalidasi oleh penguasa melalui kebijakan-kebijakan yang tidak pro rakyat, semisal kenaikan harga pangan, kenaikan tarif layanan publik, pajak yang mencekik, dan sebagainya.
Akankah bisa di Selesaikan?
Apakah mungkin masalah premanisme ini bisa di selesaikan? Maka jawabannya Pasti bisa. Islam memiliki konsep hidup yang komprehensif dalam menyelesaikan persoalan kehidupan,termasuk premanisme. Sistem Islam membangun ketaqwaan komunal secara menyeluruh. Prinsip keadilan dan pengurusan negara dalam memenuhi kebutuhan hidup masyarakat akan menciptakan kehidupan yang harmonis dan seimbang. Sebab, setiap kejahatan harus diberi hukuman tegas dan menjerakan dan premanisme termasuk ke dalam pelanggaran hukum syara’. Dan diantara mekanisme Islam dalam mewujudkan situasi kondusif pada kehidupan masyarakat sebagai berikut:
Pertama, membangun ketakwaan individu dan komunal melalui sistem pendidika berbasis akidah Islam. Tujuan pendidikan Islam adalah membentuk pola pikir dan pola sikap yang sesuai dengan aturan Islam. Pun kurikulum pendidikanharus berbasis akidah Islam yang akan menumbuhkan keimanan mereka kepada Allah Taala sehingga ketika terjadi perselisihan diselesaikan dengan cara pandang.
Kedua, menegakkan budaya amar makruf nahi mungkar. Ketika Islam menjadi landasan dalam menjalani kehidupan, masyarakat akan memiliki pemahaman yang sama tentang perbuatan maksiat. Dengan pemahaman ini, lahirlah kebiasaan saling menasehati dalam kebaikan, pun saling mengingatkan dan menegur jika ada yang melanggar syariat Islam.
Ketiga, menegakkan sistem sanksi Islam. Untuk menetapkan sanksi bagi pelaku kekerasan, harus dilihat jenis pelanggarannya. Dan sanksi bagi aksi premanisme ditetapkan berdasarkan jenis kejahatannya. Dalam kitab Nizham al-Uqubat wa al-Ahkam al-Bayyinat fil Islam hal.192, Syekh Abdurrahman al-Maliki rahimahullah menjelaskan bahka sanksi takzir ditetapkan sesuai kadar kesejahatannya. Kejahatan yang besar mesti dikenai tingkat sanksi yang besar pula sehingga tercapai tujuan sanksi, yakni pencegahan. Begitu pula dengan kejahatan kecil, akan dikenai sanksi yang dapat mencegah orang lain melakukan kejahatan serupa.
Keempat, mengoptimalkan aparat penegak hukum dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Dalam sistem Islam, pengawasan terhadap tugas aparat berada dalam wewenang Departeme n Keamanan Dalam Negeri yang tugasnya adalah menjaga keamanan dalam negeri bagi negara. Di antara perbuatan-perbuatan yang mengganggu keamanan dalam negeri al-hirabah (perompakan), yakni pembegalan di jalanan, menyerang orang-orang untuk merampas harta milik mereka, dan mengancam nyawa mereka.
Dengan demikian, sistem sanksi yang tegas serta fungsi aparat hukum secara optimal, keamanan dan kenyamanan masyarakat akan terjamin. Negara mejalankan fungsi riayah dengan memastikan penerapan syariat Islam kafah terwujud sempurna. Dalam sistem Islam, aksi premanisme dan tindak kriminal lainya dapat dicegah dan ditangani dengan baik. Tidak ada sistem sanksi yang lebih baik dalam menangani kejahatan selain dari sanksi yang bersumber dari ketetapan Allah Swt. (*)