Oleh: Dr. H. Abdul Wahid, M.A-(Akademisi & Muballigh Makassar)
Memilih pemimpin jangan seperti “beli kucing dalam karung”, artinya masyarakat harus benar-benar mengetahui secara komprehensif siapa sosok yang paling tepat untuk memimpin daerahnya lima tahun mendatang. Kita sepakat semua paslon yang ikut dalam kontestasi Pilkada tahun ini adalah baik, akan tetapi tugas masyarakatlah untuk menyeleksi dan memilih siapa diantara mereka yang terbaik.
Sosok pemimpin yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia saat ini dan ke depan tidak hanya pemimpin yang diyakini memiliki komitmen untuk merealisasikan janji-janji kampanyenya namun lebih dari itu adalah pemimpin yang dapat mengakomodir semua kelompok yang ada di masyarakat, serta mampu menjadi fasilitator hadirnya sebuah situasi yang aman dan damai di masyarakat yang ia pimpin.
Dalam dunia politik khususnya perhelatan Pilkada, masyarakat memiliki peran ganda yakni disamping sebagai objek juga sebagai subjek. Dalam posisinya sebagai objek, masyarakatlah yang memiliki hak suara dan menentukan tingkat keterpilihan seorang paslon. Selanjutnya masyarakat sebagai subjek artinya harus berperan aktif dan selektif dalam menentukan kualitas seorang memimpin daerah lima tahun mendatang.
Dalam perannya sebagai subjek inilah, masyarakat harus menyadari dengan betul bahwa kualitas demokrasi dan pemimpin ke depan, sangat dipengaruhi oleh sejauhmana tingkat selektifitas dan keseriusannya dalam memilih pemimpin pada hari pemungutan suara pada tanggal 9 Desember besok.
Karena itu, sudahnya saatnya masyarakat sadar bahwa selama ini mereka seakan sekadar dimanfaatkan oleh oknum tertentu. Jangan gadaikan suaranya hanya karena adanya janji dan politik uang yang diberikan oleh oknum tertentu. Karena diantara potret masyarakat yang cerdas adalah mereka lebih mengedepankan rasionalitasnya dibandingkan kepentingan pragmatisnya.
Di sisi lain, masyarakat yang cerdas adalah sebuah masyarakat yang tidak menjadikan perbedaan pilihan politik sebagai ajang saling membenci apa lagi bertikai, masyarakat yang tidak mudah terprovokasi dengan berbagai isu yang bisa menghancurkan persatuan dan kedamaian.
Tipikal masyarakat sebagaimana yang telah disebutkan di atas dalam bahasa al-Qur’an disebut *_“khairul Bariyah”,_* artinya sebuah model masyarakat yang terbaik”, bermula dari pribadi-pribadi yang baik. Perwujudan masyarakat yang demikian ini yakni dalam kesehariannya senantiasa menjadikan nilai-nilai agama dan moral sebagai spirit dalam bertindak dan berinteraksi, kemudian lahirlah sikap toleran dan kemudian diikuti dengan usaha untuk menebar kebaikan dan kedamaian terhadap sesama manusia (QS. al-Bayyinah:7).
Dalam perhelatan Pilkada serentak tahun ini, hari pemungutan suara akan digelar tinggal menghitung jam. Dalam kondisi inilah saatnya masyarakat meningkatkan keseriusannya untuk mengamati secara totalitas setiap paslon, mulai dari berbagai program kerja yang mereka tawarkan, rekam jejak paslon serta gaya politik yang diperlihatkan kepada masyarakat selama ini, minimal sejak pertama kali pendaftaran ke KPU, hingga metode kampanye dan seterusnya, apakah paslon tersebut termasuk tipikal pemimpin yang bisa mengedukasi dan mempersatukan masyarakat atau malah sebaliknya.
Apa lagi pada detik-detik terakhir ini sangat menentukan dan rawan dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk melakukan politik uang atau serangan fajar dan menyebar isu yang bertujuan menjatuhkan lawan politiknya.
Memang dalam dunia politik tidak bisa dihindari adanya perbedaan, namun bukan berarti perbedaan tersebut sebagai pemicu konflik. Politik sejatinya adalah sesuatu yang baik tergantung siapa yang mengendalikannya. Jika yang mengendalikannya adalah orang baik dan tujuannya baik, maka politik tersebut dapat menjadi sarana untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya toleransi di tengah perbedaan tersebut. Sebaliknya jika yang mengendalikannya orang yang tidak baik dan memiliki tujuan buruk, maka politik juga akan menjadi alat provokasi dan pemecah belah masyarakat.
Akhirnya, damai atau tidaknya pelaksanaan Pilkada tahun ini, di kota Makassar dan daerah lainnya di Indonesia sangat ditentukan oleh komitmen masyarakat untuk mewujudkannya. Komitmen ini ditunjukkan diantaranya dengan terus membangun komunikasi dan sinergi secara intens dengan pihak yang terkait khususnya jajaran Polri, sebab posisi Polri sebagaimana amanah UU adalah pengawal proses demokrasi agar dapat berjalan dengan aman dan damai, sesuai yang kita harapkan bersama. (*)