Oleh: Dr. H. Abdul Wahid, MA-(Muballigh & Akademisi Makassar)
Ada tiga issu yang membuat suasana politik di dalam negeri kembali menghangat terutama dua pekan terakhir, yakni issu kebangkitan PKI, pelaksanaan Pilkada serentak, dan yang terakhir adalah issu terkait RUU Cipta Kerja yang telah disahkan oleh DPR RI menjadi sebuah UU kemarin di Senayan.
Dari ketiga issu tersebut tampaknya issu terakhir yang cukup membuat suhu politik kian dinamis dan cenderung menghangat, bahkan hal ini telah menimbulkan reaksi yang begitu massif di tengah masyarakat hingga terjadi gerakan protes dan demonstrasi yang dilakukan oleh kelompok buruh, mahasiswa, pelajar dan elemen masyarakat lainnya hampir di seluruh Indonesia.
Terlepas dari adanya prokontra terhadap UU Cipta Kerja tersebut, yang perlu dipahami bahwa menyampaikan aspirasi di depan umum ditinjau dari perspektif demokrasi adalah bukanlah hal yang dilarang atau tercela, sepanjang hal tersebut dilakukan dengan cara-cara yang baik, bijak, damai dan patuh terhadap aturan yang berlaku khususnya protokol kesehatan.
Menyampaikan pendapat melalui demonstrasi dengan berusaha memilih narasi, kata-kata yang tepat, tidak mencela dan apa lagi menghujat orang lain termasuk pemerintah tentu akan jauh lebih baik, karena hal yang demikian itu sejalan dengan kultur kita sebagai masyarakat Indonesia dan ajaran agama.
Sebagaimana kita maklum, segala sesuatu yang didorong oleh emosi, akan fatal akibatnya sebab bertentangan dengan akal sehat, apalagi dengan emosi yang tidak terkendali kemudian rentan akan mendorong seseorang untuk melanggar hukum dan melawan aparat yang sedang bertugas di lapangan khususnya dari jajaran Polri, hal ini yang demikian ini tentu tidaklah tepat, sebab Polri juga sebagai petugas sama dengan kita sama-sama anak bangsa, yang sudah seharusnya saling “menghargai dan menjaga”.
Dalam konteks itulah Islam melarang umatnya untuk mencela dan menghujat pemimpinnya, karena terlepas dari segala kekurangan seorang pemimpin, pastilah lebih banyak kebaikannya dibanding kekurangannya. Hal ini diketahui dari hadis berikut: “Barangsiapa yang menghina pemimpin di muka bumi, niscaya Allah akan menghinakannya di akhirat.” (HR. at Tirmdzi).
Di sisi lain aksi demonstrasi yang dilakukan oleh sebagian masyarakat, yang diwakili oleh kaum buruh, mahasiswa dan lainnya dengan berkumpul disatu titik dengan banyak orang sangat berbahaya, karena bisa berpotensi menjadi bibit (klaster baru) tumbuhnya penyebaran virus Covid-19 di tanah air termasuk di Kota Makassar.
Oleh karena, karena itu seruan dari pemerintah yang kemudian ditindak lanjuti oleh maklumat Kapolri Jendral Pol Idham Azis beberapa waktu yang lalu, dimana beliau menghimbau agar masyarakat luas dan penyelenggaraan Pilkada tahun ini khususnya tetap disiplin dalam mematuhi protokol kesehatan, demi menyelamatkan jiwa manusia dari ancaman Covid-19.
Untuk itu kita berharap agar semua pihak bisa menahan diri, kalaupun ada aturan yang dianggap belum mewakili rasa keadilan masyarakat khususnya yang terkait dengan lahirnya UU Cipta Kerja yang telah diputuskan oleh DPR RI, saya kira ada jalan yang telah diberikan oleh konstitusi yakni bisa meminta kepada pemerintah untuk membatalkannya dengan dikeluarkannya Perpres atau melalui yudicial reviw ke Mahkamah Konstitusi, langkah ini jauh lebih bijak bisa diambil di tengah pandemi seperti saat ini. (*)