Oleh: Dr. H. Abdul Wahid, MA-(Muballigh dan Akademisi Makassar)
Kualitas demokrasi artinya parameter untuk menilai baik dan buruknya pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Dengan kata lain kualitas yaitu “kesesuaian antara harapan dan kenyataan”.
Pemerintah khususnya KPU mengharapkan penyelenggaraan Pilkada serentak tahun ini bisa menghasilkan demokrasi yang “bersih, damai dan bermartabat”. Dalam mewujudkan harapan tersebut, maka diselenggarakan Pilkada sebagai salah satu instrumen demokrasi itu sendiri.
Di sisi lain, Pilkada adalah salah satu ikhtiar dari negara untuk melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan yang terkait penentuan tongkat kepemimpinan daerah lima tahun mendatang. Karena hakikat demokrasi sebagaimana kita pahami bahwa suara rakyat diposisikan sebagai penentu dan pemegang kekuasaan tertinggi atau dengan istilah lain “suara rakyat adalah suara Tuhan”.
Dalam tataran pelaksanaannya, demokrasi pada setiap negara berbeda-beda, sebut saja misalnya di Amerika Serikat demokrasi yang dipraktikkan adalah model demokrasi liberal dimana sistem politik yang mereka anut lebih mengedepankan kebebasan individu.
Sementara di Indonesia model demokrasi kita adalah demokrasi Pancasila. Artinya sebuah sistem demokrasi yang berbasis pada perpaduan antara nilai-nilai agama dan kearifan lokal (local wisdom) yang terangkum dalam Pancasila.
Untuk mengukur kualitas demokrasi di Indonesia, khususnya dalam pelaksanaan Pilkada serentak tahun ini, maka harus mengacu dari asas-asas moral yang terkandung dalam Pancasila diantaranya; (1) asas ketuhanan atau agama. Artinya seluruh tahapan Pilkada para kontestan diharapkan dapat mengamalkan nilai-nilai agama seperti kejujuran, transparansi dan pada saat yang sama tidak mempolitisasi agama dan rumah ibadah ke dalam politik praktis. (2) asas kemanusiaan yang beradab”. Artinya para kontestan diharapkan semaksimal mungkin untuk saling menghargai, tidak saling memfitnah dan menjatuhkan termasuk berupaya untuk menghimbau kepada masing-masing pendukungnya untuk menghindari tindakan yang dapat merusak nama baik lawan politiknya apalagi yang berkaitan dengan masalah pribadi. (3) Asas persatuan. Kualitas demokrasi akan dapat dilihat ketika kontestasi dalam ajang Pilkada serentak tahun ini tidak sampai merusak kerukunan, dan persatuan sesama anak bangsa.
Perbedaan pendapat atau sudut pandang dalam melihat suatu persoalan kerap kali terjadi dalam kehidupan berbangsa. Bahkan, tidak jarang kita jumpai perbedaan pendapat tersebut berujung dengan permusuhan. Padahal, semua itu bisa diselesaikan dengan baik secara kekeluargaan, yakni dengan musyawarah.
Ending dari demokrasi adalah menghadirkan spirit musyawarah sesama anak bangsa diantaranya melalui pelaksanaan Pilkada. Musyawarah adalah solusi yang paling tepat dalam menyelesaikan seluruh persoalan bangsa, hal yang demikian ini sejalan dengan pesan moral dari al-Qur’an, “Dan bermusyawarahlah dalam segala urusan”. (QS. as Syura: 38).
Kalau musyawarah merupakan esensi dari demokrasi, maka seharusnya perbedaan pilihan politik di tengah masyarakat tidak kemudian membuat masyarakat saling membenci apalagi menjurus pada tindakan yang menganggu kamtibmas.
Oleh karena itu, sudah saatnya para kontestan, pendukung, tokoh agama dan tokoh masyarakat membangun kesadaran kolektif bersama dengan jajaran Polri untuk berpartisipasi mengawal proses Pilkada, agar tetap berjalan aman dan lancar. Kebersamaan akan melahirkan kekuatan, dan kekuatan akan mempermudah terwujudnya Pilkada yang bersih, aman dan bermartabat.(*)