
Oleh : Nurfajri Aulia
Jika berbicara tentang pemuda maka yang ada di benak kita bahwa pemuda merupakan seorang yang memiliki fisik yang kuat, daya pikir yang luas dan berbagai potensi besar sebagai pembawa perubahan dalam sebuah peradaban. Karena itu, dalam setiap peringatan sumpah pemuda selalu dikaitkan dengan pemuda sebagai pembawa perubahan kearah kemajuan bangsa.
Namun, jika melihat potret pemuda hari ini khususnya pemuda Indonesia, menjadi dipertanyakan apakah mampu menjadi pembawa perubahan untuk memajukan bangsa?.
Indonesia memiliki bonus demografi yaitu lebih banyaknya penduduk usia muda dibandingkan yang tua. 69% penduduk Indonesia merupakan usia produktif antara 15-64 tahun. Hanya saja dibalik tingginya penduduk usia produktif tersebut, yang menjadi pelaku kriminal, pecandu narkoba, pelaku tindakan bunuh diri, dan berbagai tindakan amoral lainnya pelakunya justru adalah pemuda.
Disisi lain di antara banyaknya masalah, negara justru terus membajak dan mendorong potensi pemuda agar fokus menjadi aset pembangunan ekonomi bangsa.
Dilansir dari liputan6.com. Menparekraf Sandiaga Uno mengatakan untuk saatnya bagi pemuda mengobarkan semangat dan berkontribusi wujudkan pertumbuhan pariwisata dan ekonomi kreatif untuk Indonesia.
Dengan tingginya angka pengangguran dan kemiskinan yang melanda negeri, penguasa juga terus mendorong pemuda agar membuka lapangan pekerjaan untuk menunjang perekonomian negara, yang sejatinya membuka lapangan pekerjaan membutuhkan modal besar. Bahkan wanita muda pun di dorong untuk ikut membangun perekonomian, seolah dipaksa menjadi tulang punggung keluarga sekaligus tulang punggung negara. Padahal wanita hakikatnya merupakan ummu wa robbatul bait bukan tulang punggung.
Tidak hanya itu, sejak dini pun masyarakat sudah ditanamkan pemahaman bahwa sekolah untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, bukan untuk membentuk insan berkepribadian mulia. Sehingga akhlak mulia bagi generasi menjadi harapan kosong dalam pendidikan.
Jangan Salah Fokus
Mengentaskan kemiskinan dan banyaknya angka pengangguran karena sulitnya mendapat pekerjaan bukanlah masalah yang harus diselesaikan oleh pemuda.
Potensi besar pemuda yang terus dibajak untuk pembangunan ekonomi demi mengentaskan kemiskinan, justru memandulkan peran negara dalam kewajibannya menyejahterakan rakyat dan mengalihkan pemuda dari akar masalah kemiskinan yang sebenarnya. Serta mengikis potensi pemuda sebagai pembawa perubahan sejati, pembawa perubahan yang seharusnya menyelesaikan berbagai masalah negeri dengan aturan Islam yang diberikan Allah sang pencipta yang maha pengatur.
Hakekatnya menyejahterakan rakyat adalah tugas negara bukan individu atau masyarakat. Negara yang seharusnya menyediakan lapangan pekerjaan dan menunjang kebutuhan rakyatnya. Karena ini merupakan masalah tersistem bukan masalah individu per individu, sehingga negaralah yang harus menyelesaikan masalah kemiskinan yang dihadapi.
Hanya saja, selama masih menganut sekular kapitalis negara tidak akan bisa mengentaskan masalah kemiskinan dan kesenjangan ekonomi. Pada negara-negara kapitalis kekayaan hanya akan bertumpu pada segelintir orang kaya saja, penguasa dan para pengusaha bermodal besar. Bahkan kekayaan negara bebas dikelola swasta dan dimiliki oleh pihak asing, sedangkan rakyat hanya mendapat butir-butir kecil dari banyaknya rupiah yang dimiliki asing dari hasil kekayaan negara. Rakyat kecil harus bersusah payah demi untuk mendapat sebutir nasi sedangkan pemilik modal bergelimang harta.
Dalam kapitalis pemuda dibentuk untuk menjadi tenaga kerja terampil, sehingga menghasilkan rupiah sebanyak-banyaknya dan menguntungkan para pemilik modal. Potensi pemuda akan terus dibajak sebagai tenaga kerja yang berfikir individualis dan pragmatis. Agar potensinya sebagai pribadi bertakwa dan pembawa perubahan ditengah-tengah umat hilang, karena tersibuki dengan permasalahan ekonomi dan berbagai gaya hidup konsumtif.
Tidak heran, para pemuda justru menjadi pelaku kriminalitas karena sekularisme yang dianut negara menjadikan pemuda hidup hanya berorientasi pada kehidupan duniawi dan mengejar materi semata. Jauh dari ajaran Islam, kosong akan pemahaman Islam kaffah, sehingga menjadi generasi rapuh karena hilangnya ketakwaan dalam diri.
Islam Agama Perubahan
Islam yang dibawa Rasulullah merupakan agama perubahan. Dari penduduk mekkah jahiliyah, menjadi mekkah yang menjadi bagian dari kemajuan peradaban Islam saat terbentuknya pemerintahan gemilang khilafah Islamiyah masa Rasulullah hingga pemerintahan Khilafah Turki utsmani.
Islam memperhatikan peran pemuda dan mengarahkan negara untuk membangun pemuda menjadi generasi pembangun peradaban mulia, pemuda cerdas bertakwa, memiliki pola pikir dan kepribadian Islam. Sehingga orientasi hidupnya tidak hanya duniawi, tapi jauh kedepan hingga kehidupan akhirat.
Potensi pemuda muslim tidak dibajak untuk menunjang perekonomian, melainkan diberikan fasilitas untuk menunjang mereka agar dapat berkarya, berkontribusi untuk ummat. Hal ini karena Islam mengharuskan negara menjamin kesejahteraan rakyat, menyediakan lapangan pekerjaan dan melarang keras pihak asing memiliki kekayaan negara. Kekayaan negara berupa emas, nikel, minyak, air dan banyak kekayaan lainnya adalah milik ummat. Negara hanya diberi wewenang untuk mengelola dan hasilnya sepenuhnya diberikan kepada masyarakat. Bahkan pendidikan pun diberikan gratis tanpa memandang si kaya atau si miskin. Islam pun mengharamkan negeri-negeri muslim dikuasai oleh pihak penjajah asing.
Sungguh, ini sudah banyak digambarkan para sejarawan muslim terpercaya. Bagaimana Islam menorehkan tinta emas peradaban lewat pemuda-pemuda bertakwa nan mulia, dan menghasilkan berbagai karya hebat sebagai ilmuwan yang sangat berpengaruh pada kemajuan peradaban hingga kini.
Mengharapkan kemajuan pada kapitalis hanyalah mimpi, tidak akan bisa mewujudkan pada perubahan sejati. Terbukti berbagai upaya dilakukan demi mengharapkan kemajuan malah semakin mengarah pada jurang kemerosotan. Sedangkan Islam mengajak pada perubahan dengan aturan Allah swt, sang pencipta dan pengatur kehidupan.(*)