
Oleh: Rostia Mile/Aktivis Dakwah
Berbicara tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dimana pernyataan dari Institute bersama International NGO Forum on Indonesia Development (INFID) yang mengungkap skor indeks Hak Asasi Manusia (HAM) Indonesia 2023 mengalami penurunan menjadi 3,2 dari sebelumnya 3,3.Majelis Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1948 menetapkan 10 Desember sebagai peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM). Saat itu PBB mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights/UDHR). Seluruh negara memperingati hari penting tersebut, termasuk Indonesia.
Adapunsebagaimana pernyataanolehMenteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H. Laoly mengungkapkan peringatan Hari HAM Sedunia Ke-75 dapat menjadi momentum untuk merefleksikan prinsip-prinsip HAM. “Malam ini menjadi momentum bagi kita bersama-sama merefleksikan prinsip-prinsip HAM dan merenungkan perjalanan dari Universal Declaration of Human Rights,” kata Yassona dalam sambutannya pada acara peringatan Hari HAM Sedunia Ke-75 di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Minggu.Peringatan hari HAM kali ini memilih tema Harmoni dalam Keberagaman dipandang relevan dan penting. Pasalnya, kata Yasonna, harmoni dalam keberagaman menjadi pengingat akan pentingnya mengakui, menghormati, dan merayakan beragaman Indonesia yang berlimpah.
Bukan hanya itu, Kantor Wilayah Kemenkumham Gorontalo melalui Pelayanan Komunikasi Masyarakat (Yankomas) mengundang para pihak yang terkait adanya dugaan pelanggaran HAM yang terjadi. Pertemuan tersebut dibuka langsung oleh Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Gorontalo, Heni Susila Wardoyo, yang didampingi Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Hadiyanto, Kepala Bidang HAM serta Kepala Sub Bidang Pemajuan HAM, Selasa (31/1). Pertemuan yang dilaksanakan di Aula Kantor Wilayah ini bertujuan mempertemukan para pihak untuk dapat menyampaikan pendapat masing-masing sehingga mediasi yang dilakukan ini diharapkan dapat mencari solusi terbaik terkait permasalahan yang ada. Pihak yang dikomunikasikan saat ini yaitu salah satu Apotik yang terletak di Kabupaten Gorontalo dimana pihaknya merasa dipersulit oleh Instansi Daerah terkait dalam masalah penerbitan izin apotik tersebut. Sebagai informasi, Yankomas sendiri merupakan suatu kegiatan pelayanan komunikasi masyarakat yang dilakukan melalui Kementerian Hukum dan HAM terkait permasalahan adanya dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia.
Meskipun peringatan dilakukan setiap tahunnya, tetapi sangat disayangkan kasus kejahatan terhadap kemanusiaan dan penegak hukum tidak sebanding dengan yang seharusnya didapatkan. Bahkan Peneliti di Ruang Arsip dan Sejarah (RUAS), Ita Fatia Nadia, dalam diskusi di Jakarta, Jumat (8/12) menekankan setelah reformasi, negara mestinya mengusut dan mengadili pihak-pihak yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM berat di masa lalu, tetapijustru tidak pernah dilakukan.
Sejatinya dunia menjadikan HAM sebagai standar dalam menyelesaikan berbagai persoalan di dunia. Namun bagi seorang muslim, HAM adalah prinsip yang salah karena menjadikan manusia bebas berbuat apa pun tanpa adanya aturan. Sementara itu, fitrah manusia adalah lemah, karena manusia sifatnya terbatas yang tumbuh dan berkembangnya hanya sampai pada batas tertentu yang tidak dapat dilampauinya lagi. Hal ini menunjukkan bahwa manusia terbatas dan tidak tahu akan halnya hakikat benar dan salah sehingga tidak bisa membuat aturan yang shahih untuk mengatur interaksi manusia. Ketika manusia diberi kesempatan untuk membuat aturan, dia akan membuat aturan yang menguntungkan dirinya dan kelompoknya. Sebagaimana pada sistem saat ini yakni sekularisme-kapitalisme yang membuat aturan hanya sebatas untuk manfaat saja, dan ketika aturan itu dibuat oleh manusia tentu saja akan banyak sekali pertentangan, perselisihan yang terjadi. Sehingga membuat manusia terpecah belah dan sengsara.
Adapun firman Allah SWT., dalam (TQS Ar-Rum : 41) “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia…”. Adapun HAM hanya berdasarkan pada kebebasan (liberalisme) sehingga menyebabkan standar ganda dan banyaknya perselisihan dalam penerapannya. Jika yang melakukan kekerasan adalah AS dan sekutunya, tidak dianggap pelanggaran HAM. Sedangkan jika yang melakukan kekerasan adalah musuh AS, misalnya kelompok Islam, akan dituding sebagai pelanggaran HAM. Seperti yang kita ketahui pada kasus di Papua. Jika aparat bertindak tegas terhadap kelompok kriminal bersenjata (KKB), akan dituding melanggar HAM dan kasusnya akan dibawa ke forum internasional. Sebaliknya, ketika KKB membunuhi warga sipil Papua, meski jumlah korban besar, tidak akan ada tudingan KKB melanggar HAM.
Oleh karenanya, akidah bagi seorang muslim ialah meyakini Allah SWT., sebagai sang pencipta dan sang pengatur. Sebagaimana dalam (TQS. Ar-Rum : 22) “ Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah diciptakan-Nya langit dan bumi serta lain-lainnya bahasa dan warna kulitmu”. Dan di dalam Islam yang membuat aturan tentu saja akan bisa mensejahterakan, karena di dalam Islam menetapkan semua perbuatan terikat hukum syara. Dan dengan penerapan Islam secara kaffah hak dasar manusia akan terpenuhi sesuai dengan kebutuhannya bukan keinginannya, begitu juga terpenuhinya maqasid syariah sehingga manusia dapat hidup tenang dan damai di dalam aturan yang satu, yakni aturan yang datang dari sang pencipta.
Sebagaimana sejarah memberikan bukti ketentraman hidup dalam naungan sistem Islam sebagaimana yang di tunjukkan oleh Rasulullah SAW., dalam menegakkan HAM, ketika pada tahun ke-9 hijriah, kaum muslimin berhasil membebaskan kawasan yang dihuni kaum Yahudi Bani Najran. Setelah itu, Rasulullah langsung membuat traktat yang ditandatangani secara bersama dengan para pemuka Bani Najran. Pada butir-butir traktat yang dibuat itu, Nabi Muhammad SAW dengan lapang dada mengakui hak warga Yahudi Bani Najran untuk mengamalkan keyakinannya. Bahkan, keamanan dan penjagaan atas harta benda milik warga Najran juga menjadi tanggung jawab kaum muslimin.
Islam menetapkan bahwa hukum asal semua perbuatan adalah terikat dengan hukum syara. Dengan demikian, segala sesuatu standarnya sama, yaitu syariat. Begitu pun jika terjadi kekerasan, akan dilihat hukumnya berdasarkan syariat, bukan berdasarkan hawa nafsu manusia. Sebagaimana firman Allah Swt ;
اَفَحُكْمَالْجَاهِلِيَّةِيَبْغُوْنَۗوَمَنْاَحْسَنُمِنَاللّٰهِحُكْمًالِّقَوْمٍيُّوْقِنُوْنَ
“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?” (QS. Al-Maidah : 50).
Adapun Islam mengakui hak hidup bagi seluruh umat manusia, karena Islam mengajarkan kepada umatnya untuk menghargai kehidupan. ”Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. (TQS. Al-Maidah : 32).
Dengan penerapan Islam secara kaffah, hak dasar manusia akan terpenuhi, seperti hak hidup, yang mendapatkan makanan dan pakaian, menjalankan ibadah, keamanan, pendidikan, kesehatan, dan lain sebagainya. Juga penerapan syariat kaffah akan menghasilkan terwujudnya maqasid syariah sehingga manusia dapat hidup tenteram, semua kebutuhannya terpenuhi…(*)