Penulis: Sintia Demolingo
Pengangguran adalah satu problem yang sering terjadi diberbagai negeri tak terkecuali di Indonesia. Tingginya angka pengangguran berarti menunjukan bahwa negara gagal menciptakan lapangan pekerjaan untuk rakyat. Dilansir dari CNN Indonesia “Dana Moneter Internasional (IMF) melalui World Economic Outlook pada April 2024 mencatat tingkat pengangguran di Indoensia sebesar 5,2 persen tertinggi dibandingkan enam Negara lain di Asia Tenggara yang ada di daftar.” Hal ini hanyalah presentase dari angkatan kerja yang sedang mencari pekerjaan. Belum termasuk didalamnya penduduk usia produktif yang sedang tidak mencari pekerjaan seperti mahasiswa, ibu rumah tangga dan penduduk tanpa pekerjaan, pasti akan bertambah.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran di Indonesia mencapai hampir 7,2 juta orang pada Februari 2024. Data ini memang lebih rendah dibanding dengan tahun Februari 2023. Jika dipersenkan tahun 2024 mencapai 4,82% lebih rendah dibanding tahun 2023 5,45%. (databoks.katadata.co.id)
Kondisi Ekonomi Rakyat
Melansir dari Tempo (10-5-2024), Kementrian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat selama periode Januari-Maret 2024 sudah ada 2.650 pekerja yang terkena PHK di Jawa Barat. Sedangkan daerah tertinggi yang paling banyak merumahkan pegawainya ada di DKI Jakarta, yakni 8.876 pekerja. Disusul Jawa Tengah sebanyak 8.648 orang. Angka ini dikhawatirkan menambah jumlah pegangguran di Indonesia.
Di gorontalo sendiri jumlah pengangguran tahun 2023 mencapai 19.742 orang dilansir dari Badan Pusat Statistik (BPS). Hal ini akan bertambah seiring bertambahnya jumlah penduduk di Provinsi Gorontalo. (TribunGorontalo.com)
Di samping itu, jika melihat kondisi ekonomi masyarakat makin sulit dengan naiknya berbagai kebutuhan pokok, seperti harga pangan yang tidak stabil, kenaikan tarif PPN, sulitnya mengakses pendidikan karena mahalnya UKT dan layanan kesehatan yang tidak terjamin artinya tidak gratis. Melihat kondisi ini, jangankan pengangguran mereka yang bekerja pun akan kesulitan memenuhi kebutuhan dasar karena negara tidak ramah kepada rakyat. Semakin membuktikan bahwa kodisi ekonomi masyarakat sedang tidak baik-baik saja.
Sebab Pengangguran
Jika kita mencermati meningkatnya jumlah pengangguran di Indonesia disebabkan dua faktor utama, yaitu faktor individu dan faktor sistem. Secara individu penyebabnya karena rendahnya pendidikan. Sehingga hal ini berdampak pada rendahnya keterampilan yang dimiliki setiap orang, apatahlagi pendidikan hari ini fokus pada bagaimana membentuk skill kerja semata tanpa memperhatikan aspek teori yang bisa dipraktekkan dalam kehidupan utamanya ilmu syaksiyyah Islam. Kebanyakan teori yang diberikan di dunia pendidikan kurang dipahami secara utuh, sehingga kurang berimpek pada setiap orang.
Secara sistem setidaknya ada empat indikator yang menjadi penyebab meningkatnya angka pengangguran. Pertama, ketimpangan antara penawaran tenaga kerja dan kebutuhan. Ketimpangan ini bisa disebabkan daya tampung sektor formal yang sedikit ataupun ketidaksesuaian antara kesempatan kerja dengan keahlian yang dibutuhkan sehingga kesempatan kerja diisi oleh tenaga kerja asing. Kedua, banyak kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat sehingga menimbulkan pengangguran. Artinya kebijakan pemerintah menekankan pada pertumbuhan ekonomi bukan pemerataan ekonomi dengan banyak membuka industri tampak memperhatikan dampak lingkungan sehingga mengakibatkan pencemaran dan mematikan lapangan kerja yang sudah ada.
Ketiga, adanya pengembangan pada sektor nonriil. Dalam sistem ekonomi kapitalisme muncul transaksi yang menjadikan uang sebagai komoditas yang disebut sektor nonriil seperti bursa efek dan saham, perebankan seperti ribawi maupun asuransi. Sektor nonriil tumbuh dengan pesat bahkan nilai transaksinya mencapai sepuluh kali lipat dari sektor riil. Peningkatan sektor ini mengakibatkan harta beredar hanya pada kelompok tertentu dan tidak memiliki kontribusi dalam penyediaan lapangan pekerjaan. Keempat, banyaknya tenaga kerja dari kalangan perempuan. Hal ini bukan berarti bahwa perempuan tidak bisa terjun di dunia pekerjaan, hanya saja perlu dipahami bekerja adalah tugas utama laki-laki. Perempuan harusnya menjadi ummu wa rabbatul bait bagi anak-anaknya. Dalam sistem kapitalisme saat ini meningkatnya jumlah perempuan yang bekerja mengakibatkan persaingan pencari kerja antara perempuan dan laki-laki, karena pertimbangannya untuk efesiensi biaya, biasanya yang diutamakan adalah perempuan dikarenakan mudah diatur dan tidak banyak tuntutan, termasuk masalah gaji, sehingga pengangguran banyak di pihak laki-laki.
Islam Mengatasi Pengangguran
Negara sebagai institusi yang bertanggung jawab mengatur urusan rakyatnya akan berperan aktif melaksanakan perannya. Apatahlagi untuk mengatasi problem pengangguran, negara wajib mengurusinya dengan pengurusan yang sempurna. Bagaimana agar tidak terjadi pengangguran? Ada beberapa upaya dalam Islam untuk mencegah terjadinya problem ini, diantaranya:
Pertama, salah satu mekanisme untuk memenuhi kebutuhan adalah dengan bekerja. Dengan begitu, ada peran aktif negara membuka lapangan kerja, terutama bagi para ayah/wali yang mengemban kewajiban dari Allah swt. untuk mencari nafkah. Dalam hal ini, negara juga akan mengedukasi dan memotivasi para ayah/wali itu untuk memaksimalkan upaya dalam memenuhi kewajiban atas nafkah tersebut. Jadi jelas, penyelesaian benang kusut ketenagakerjaan pada dasarnya betumpu pada upaya pemenuhan kebutuhan hidup serta upaya meningkatkan kesejahteraan hidup.
Kedua, negara bertanggung jawab membuka lapangan kerja untuk menunaikan amanah sebagai pengurus rakyatnya. Selain membuka lapangan kerja, negara dapat memberi modal kepada para ayah/wali itu untuk mengembangkan usaha dalam rangka meningkatkan taraf hidupnya. Inilah mekanisme sistemis sebagai bentuk pengurusan negara. Relasi ini akan menstimulasi produktivitas negara untuk mengelola SDA maupun aset negara, yang efeknya akan membuka banyak lapangan kerja.
Ketiga, adanya SDM dengan skill (keahlian, keterampilan) yang negara butuhkan tentu melalui proses yang tidak bisa instan. Di sinilah peran negara untuk mempersiapkan SDM. Hal itu bisa negara lakukan melalui pendidikan formal seperti mendirikan sekolah maupun pendidikan tinggi dengan berbagai jurusan. Juga berupa pelatihan, pembekalan skill, maupun program belajar dari negara lain.
Inilah penerapan kebijakan politik ekonomi dalam Islam. Hal ini menjamin tercapainya pemenuhan semua kebutuhan pokok setiap individu masyarakat. Oleh karena itu dalam Islam memberi perhatian penting terkait aspek distribusi harta di tengah-tengah masyarakat demi memenuhi kebutuhan individu. Sekali lagi, hanya dengan Islam seluruh kebutuhan rakyat terkait sandang, pangan, pendidikan, kesehatan dll akan terpenuhi. Wallahu’alam Bishowwab.(*)